Paris di Abad 19 Hingga 20
Pembangunan kota Paris terbaik dalam sejarah tidak lepas dari
Revolusi Industri, “Kekaisaran Kedua Prancis”, dan Belle Epoque. Dimulai ketika tahun 1840-an, arus migran ke Paris
yang tertarik dengan pekerjaan industri baru di pinggir kota diperbolehkan
untuk diangkut angkutan rel.
Paris mengalami renovasi besar-besaran ketika Napoleon III
dengan prefet-nya Haussman, meratakan seluruh
distrik sempit, melebarkan jalan raya untuk membuat jaringan jalan lebar dan facade neo-klasik Paris modern. Program
‘Haussmannisasi’ ini disiapkan untuk membuat kota lebih indah dan bersih bagi
para penduduknya.
Pada tahun 1832 dan 1849 suatu penyakit yang bernama Epidemi
Cacar menjangkit penduduk Paris. Terhitung sekitar 20.000 orang tewas karena
penyakit ini. Paris juga dirundung masalah ketika mengalami dampak besar
setelah pengepungan yang mengakhiri Perang Prancis-Prusia (1870-1871). Banyak
pusat administratif Paris (juga arsip kota) terbakar. Sedangkan 20.000 warga
Paris tewas setelah pertikaian antara Pasukan Komune dan Pemerintah. Kejadian
ini juga dikenal sebagai “Minggu Berdarah” (Semaine
Sanglante).
Setelah pulih dari segala kekacauan, Paris menyelenggarakan
Pameran Universal pada abad ke-19. Pada pameran itu juga, Menara Eiffel
dibangun sebagai peringatan Revolusi Prancis. Walau hanya menjadi tampilan
“sementara”, Menara Eiffel menjadi menara tertinggi di dunia hingga 1930.
Ketika terjadi Perang Dunia I, Paris berada di garis
terdepan perang dengan membendung serangan Jerman pada Pertempuran Pertama Marne
tahun 1914. Pada periode antarperang tersebut, Paris dikenal dengan kota yang
masyarakatnya berbudaya dan berseni dan juga kehidupan malamnya.
Karena Paris mempunyai kesenian yang tinggi, kota ini menjadi magnet bagi para pelukis dunia. Dari
Stravinsky, Picasso, dan Dali, hingga Hemingway mengunjungi Paris.
Paris jatuh ke tangan Jerman pada pertempuran Perang Dunia
II. Kota ini bebas kembali pada tahun 1944, dua bulan setelah serangan
Normandia dilancarkan. Walau sempat berada pada pendudukan Jerman, Paris tidak
sepenuhnya hancur. Ini dikarenakan tidak ada target strategis bagi pengeboman.
Alasan lain ialah, tampilan budaya Paris yang mempunyai daya tarik tersendiri. Jenderal
von Choltitz tidak berniat menghancurkann semua monumen di Paris sebelum Jerman
mundur, seperti yang diperintahkan Hitler.
Paris kembali berbenah seusai perang telah berhenti.
Pinggiran kota mulai diperluas, dengan pembangunan cites dan permulaan distrik bisnis Le Defense. Paris juga dilengkapi dengan jaringan kereta bawah
tanah canggih yang dibangun untuk melengkapi Metro dan melayani pinggiran kota
jauh. Ini merupakan pembangunan terbesar setelah Belle Epoque tahun 1914.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete