Meriam, Simbol Kejayaan Nusantara
Keilmuan maju yang dimiliki oleh nusantara pada masa lampau
bukan sekedar mitos, dongeng, maupun legenda. Seperti yang dikemukakan oleh
Sejarawan dan Pakar Islam Nusantara, Agus Suntoyo, bahwa ada beberapa bukti
empirik yang dapat membuktikannya.
Salah satunya ialah teknik metalurgi yang berhubungan dengan
pengecoran besi dan baja. Kita hanya mengenal pembuatan keris, tombak, dan
pedang ketika masa Majapahit. Namun, Agus mengatakan bahwa teknologi dan
pengetahun tentang metalurgi di Jawa sudah maju. Ini ia dapatkan ketika membaca
kisah Vasco da Gama. Ketika itu, pasukan Portugis yang dipimpin Afonso de
Albuquerque ingin menyerang Malaka mendapatkan informasi bahwa mereka harus
berhati-hati ketika mendekat ke Malaka.
“Malaka
sudah dilengkapi dengan meriam-meriam ukuran besar yang dibeli dari Jawa”,
ujar Agus Suntoyo, di acara Halaqah Islam Nusantara
Agus Suntoyo juga menambahkan, ada sekitar 20 ribu prajurit
bayaran dari Jawa untuk mengabdi kepada Malaka. Ketika itulah salah satu kapal
Afonso de Albuquerque hancur dan memustuskan untuk mundur.
Dalam perlawanannya Alfonso melakukan taktik dengan
memerintah mata-matannya untuk membeli orang Jawa sebanyak 500 orang di sebuah
benteng milik Malaka.
“Dari
benteng dengan para prajurit yang sudah dibeli itulah, Malaka akhirnya jatuh
pada tanggal 23 Agustus 1511. Karena pasukan Portugis aman masuk Malaka lewat
benteng yang prajuritnya sudah dibeli tersebut”
Agus Suntoyo juga menambahkan bahwa menurut catatan
Portugis, semua benteng Malaka diambil oleh orang-orang Portugis secara paksa
dan mereka juga menjarah 2000 meriam besi berukuran besar dan 3000 meriam kecil
yang bahannya terbuat dari kuningan buatan Jepara.
Perlu diketahui, meriam sudah dikenal sejak zaman Majapahit.
Bahkan di Metropolitan Museum, New York
menyimpan meriam peninggalan Majapahit pada abad ke-14. Di Eropa meriam baru
dikenal pada abad ke-15 setelah Alfred Noble menemukannya.
Ini juga dibuktikan dengan terdapatnya istilah ‘Bedil Besar’
dan ‘Juru Mudining Bedil Besar’ di Kidung Panji Wijoyo Kromo, yang merupakan
kidung yang ditulis pada zaman Majapahit akhir.
“Ternyata
ketika saya cek di kamus Mulder, benar bedil besar artinya meriam. Jadi juru
mudining bedil besar itu artinya operator meriam,” papar Agus Suntoyo
Ungkapan bedil tersebut disinyalir berasal dari India.
Karena Majapahit jika membuat keris, pedang, ataupun bedil besar mengimpor besi
dari Khurasan, India. Pada zaman Majapahit sendiri, penyebutan besi tersebut
disebut Wesi Khurasan. Majapahit juga sering melakukan impor dikarenakan
orang-orang Majapahit merupakan maritim.
Meriam-meriam yang dibuat pada zaman Majapahit belum
diperdagangkan. Baru ketika masa Kerajaan Demak, meriam-meriam tersebut
diperjual belikan. Kemerosotan terlihat ketika zaman Mataram yang masuk ke pedalaman.
Karenanya mereka hanya tahu sawah, hutan, dan pegunungan dengan segala
‘hantunya’. “Sebab itu,
meriam di zaman Mataran dimintai berkah, itu suatu kemerosotan yang luar
biasa,” tandasnya.
Meriam Majapahit di
Metropolitan Museum: http://www.metmuseum.org/art/collection/search/37742
Comments
Post a Comment