Haji Sebagai Pandangan Negatif bagi Raffles




Inggris pada tahun 1811 hingga 1816 pernah memerintah di Nusantara. Ketika itu Gubernur Jenderal Raffles melakukan beberapa kebijakan yang belum pernah diterapkan di Nusantara. Salah satu kebijakannya ialah pandangannya tentang haji. Raffles yang lahir di Jamaica punya pandangan negatif tentang haji dan juga hal yang berbau Arab.


Ketika itu, para ulama yang baru pulang berhaji dipandang oleh Raffles sebagai hambatan bagi Inggris untuk berkuasa di Nusantara. Karena para ulama punya karismatik yang kuat dalam mengumpulkan masa sehingga dinilai Raffles punya pengaruh politik yang kuat. Dimana para ulama ini menjadi pemimpin terdepan dalam perlawanan terhadap penjajah.

Pemenrintah kolonial memandang bahwa ibadah haji bukan hanya sekedar ibadah ritualistik semata. Mereka memandang haji sebagai media masuknya paham fundamentalisme Islam yang berpotensi menciptakan perlawanan publik. Ini diperkuat dengan adanya fenomena gerakan Paderi yang diusung oleh golongan agamawan di Minangkabau.

Gerakan ini telah menciptakan ketegangan dengan kaum adat yang dianggap menganut keyakinan di luar paham mereka. Pada 1813, gerakan Paderi menyerang Kerajaan Minangkabau. Bukannya melerai pihak yang terlibat konflik, pihak kolonial malah memihak kepada kaum adat. Kaum Paderi pun melawan dua kekuatan langsung.

Ketika tahun 1825 terjadi perubahan manajemen perhajian. Hal ini ditengarai oleh menguatnya peran para Syekh. Para Syekh memegang peranan penting dengan menyediakan kapal bagi para jamaah. Mereka, para Syekh juga melakukan pencarian bagi para jamaah yang ingin menunaikan rukun Islam yang ke 5 ini. Para Syekh mengkampanyekan ibadah haji dengan ongkos yang dapat dicicil ketika sebelum berhaji maupun sudah selesai menunaikan haji. Mereka juga diperkenankan untuk menjadi tenaga kerja harian.



Sumber: Republika

Comments

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel