Ketika Opium Menjadi Penyebab Perang Tiongkok-Inggris
Perang Opium mempunyai titik khusus dalam sejarah Tiongkok.
Perang Opium terbagi menjadi dua bagian. Pada terjadinya perang opium pertama,
dapat dikaitkan dengan pembentukan Republik Rakyat Cina.
Inggris Raya ketika itu merupakan salah satu negara yang
sangat berkembang dengan mengandalkan sistem kapitalis. Mereka berhasil
melebarkan sayap dengan menaklukkan India. Lalu, Inggris Raya mencoba
merencanakan sebuah invasi ke Dinasti Qing (Tiongkok).
Pada awalnya Inggris Raya memperdagangkan katun dan bahan
tekstil lainnya. Ketika itu, Tiongkok sudah dapat memproduksi kebutuhan primer
seperti, makanan, pakaian dan lainnya. Inggris yang ketika itu mencoba menjual
barangnya ke Tiongkok ditolak oleh masyarakat Tiongkok. Alhasil perdagangan
antara Inggris dan Tiongkok pun gagal.
Untuk kembali menjalin perdagangan dengan Tiongkok, Inggris
mencoba menyeludupkan opium dalam jumlah besar ke Tiongkok. Dari penyeludupan
tersebut, Inggris mendapatkan keuntungan besar. Namun tentunya penyeludupan tidak
semudah yang dikira. Untuk itu Inggris mencoba melakukan penyuapan terhadap
pejabat Dinasti Qing.
Pada tahun 1820, Inggris dapat menyeludupkan 4.000 pei
berisi opium yang satu peti diperkirakan terdapat 59 kg opium. Angka ini terus
bertambah hingga pada tahun 1838 menjadi 40.000 peti berisi opium.
Pejabat-pejabat pun semakin korup dengan kondisi seperti ini. Di sisi lain
penggunaan opium semakin meningkat pada masyarakat. Untuk itu, Dinasti Qing
mencoba menghentikan perdagangan opium dari Inggris.
Kaisar Dinasti Qing, Daofuang melakukan langkah untuk menghentikan
perdagangan opium dengan mengirim komisaris kekaisaran Lin ZeXu pada tahun
1838. Lin ZeXu memerintahkan kepada Inggris agar menyerahkan opium dengan
ancaman hukuman mati. Inggris pun mematuhi ancaman tersebut dan menyerahkan
opium dengan total 20.000 peti. Opium tersebut dimusnahkan dengan cara dibakar
di Pantai Humen atas perintah Lin ZeXu. Total waktu yang diperlukan untuk
memusnahkan seluruh opium tersebut memerlukan waktu lebih dari sebulan.
Setelah pemusnahan massal opium yang dilakukan Dinasti Qing,
perdagangan dipersilahkan untuk kembali berjalan dengan syarat bahwa Inggris
tidak diperkenankan menjual opium. Inggris merespon tawaran dari Dinasti Qing
tersebut dengan kemarahan. Alhasil, Inggris mendeklarasikan perang terhadap
Dinasti Qing. Hal ini terjadi pada tahun 1839.
Inggris mulai melakukan penyerangan dengan menyerang daerah
pesisir Guangzhou (Kanton). Dinasti Qing yang ketika itu memang melemah tidak
dapat membendung serangan dari pasukan Inggris. Mereka pun mengalami kekalahan
yang sangat fatal dalam sejarah Tiongkok.
Dengan terpaksa pihak Dinasti Qing menandatangani Perjanjian
Nanking (Nanking Treaty) pada Agustus 1842. Perjanjian tersebut ditandatangani
di atas kapal Inggris, HMS Cornwallis di kota Nanjing. Ditandatanganinya
perjanjian ini menandai berakhirnya perang opium. Isi perjajian tersebut
membuat kerugian besar dipihak Dinasti Qing, sementara Inggris malah tidak
berkewajiban memberikan imbalan balik.
Perjanjian ini membuat Dinasti Qing membuka lima kotanya
(Guangzhou, Amoy, Fuzhou, Ningbo, dan Shanghai) untuk berdagang. Inggris juga
diperbolehkan berdagang dengan siapa pun dengan tarif yang ditentukan sendiri
oleh pihak Inggris. Pemerintah Dinasti Qing juga diwajibkan membayar kerugian
untuk membayar opium yang telah dibakar sebesar 6 juta perak. Selain itu juga
membayar 3 juta perak untuk menutup hutang Hong di Kanton dan membiayai ganti
rugi kerusakan akibat perang sebesar 12 juta . Di perjanjian tersebut juga
tertulis bahwa Dinasti Qing harus menyerahkan Pulau Hongkong kepada
Inggris.
Sumber:
Tionnghoa.info
Comments
Post a Comment