Pejuang Garuda



 
Manchester United pernah kalah dengan klub sekaliber MK Dons. Roberto Baggio pernah gagal menendang penalti ketika di final Piala Dunia. Dan, mega bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo pernah menangisi kegagalan timnya (Portugal) di Final Euro 2004. Semuanya sah-sah saja dalam sepakbola. Tidak ada juara sejati. Dan tidak mesti perlu piala untuk menjadi juara. Inilah yang dilakukan timnas Indonesia tadi malam. Kekalahan dua gol dari Thailand tidak membuat indonesia menjadi kecil. Anggaplah ini belum keberpihakkan nasib mengiringi kita. Tuhan belum menakdirkan Indonesia juara, namun kedepannya Tuhan telah mempersiapkan lembaran-lembaran emas bagi sepakbola kita. Untuk insiden diakhir pertandingan yang dilakukan Abduh Lestaluhu mungkin kita harus mentoleransinya. Ada sebab ia melakukan itu. Dan ada akibat yang Abduh terjangkan ke para punggawa Thailand.

Semangat juang pemain timnas selama 90 menit kemarin tentunya akan selalu membekas sekitar dua tahun ke depan. Persiapan yang dimulai tidak maksimal dan kendala nonteknis dapat diambil alih dengan kuatnya mental pejuang garuda. Dengan jatah dua pemain setiap klub yang hanya dijinkan oleh pihak sana untuk membela timnas, dapat dikendalikan oleh Riedl dengan segudang pengalamannya. Para pejuang garuda setidaknya dapat menyatukan kembali bangsa ini yang sedang berada dalam masa-masa transisi. Konflik dan segala fitnah disana-sini dapat terhenti ketika timnas bertanding. Karena timnas bukan hanya Jawa, Papua, maupun Maluku. Timnas ialah Indonesia dan Indonesia adalah timnas. Tidak peduli apapun sukumu, rasmu, ataupun agamamu. Ketika timnas bertarung semua berbaur menjadi satu. Satu Bangsa. Satu Bahasa. Bertumpah darah Satu. Tidak ada saling hina marga, suku, apalagi agama.

Comments

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel