Dilema Bangsa Kurdi
Kurdi merupakan sebuah kelompok etnis yang berada di Timur
Tengah yang menghuni wilayah yang sering disebut Kurdistan. Kata Kurdi pertama
kali terdapat pada sumber dalam risalah Persia Tengah (Karnamak Ardashir Papakan
dan Matadakan i Hazar Dastan) yang berbunyi Kurt (kwrt-). Istilah ini digunakan
untuk menunjukkan suku atau kelompok sosial sebelum adanya perkembangan modern
bangsa etnis.
Sebelum era pra-Islam, orang-orang Kurdi menggunakan bahasa
Pahlavi yang masih serumpun dengan Sanksekerta. Setelah datangnya Islam dan
invasi nomad Turki, dialek suku Kurmanj mulai dikenal orang Kurdi dan akhirnya
digunakan. Pengaruh suku Kurmanj sangat besar sampai-sampai orang Kurdi
menyebut diri mereka sendiri “Kurmanj” dan bahasa yang digunakan mereka
“Kurmanji”. Sekarang terdapat dua dialek utama dari bahasa Kurdi, yaitu
Kurmanji dan Sorani (sering disebut juga “Kurdi”).
Bangsa Kurdi mempunyai sejarah politik yang cukup tua.
Namun, malangnya bangsa ini tidak mempunyai negara. Bahkan, ada yang menyebut
bahwa Bangsa Kurdi merupakan bangsa tragis karena akibat karakter geografis,
sentimen tribalisme, tirani, dan kolonialisme. Walaupun terus-terusan mendapati
problem yang menimpa bangsa Kurdi, banyak yang seolah-olah melupakannya dan
tidak melakukan pembelaan. Bahkan ada yang memanfaatkannya untuk aktifitas
politik regional maupun internasional .
Walau begitu, bangsa Kurdi tetap memiliki para tokohh
intelektual, ulama, bahkan pejuang Islam. Sebut saja Ibn Taymiyyah, Ibn
ash-Shalah as-Syahrazuri, dan Salahuddin al Ayyubi berasal dari bangsa ini.
Jika dibandingkan dengan penduduk negara-negara Arab dan
dunia, bangsa Kurdi merupakan salah satu suku yang jumlahnya cukup besar yang
mencapai 30 juta jiwa. Nasib bangsa ini hampir sama dengan bangsa Palestina
yang disebabkan oleh kolonialisme Barat di Timur Tengah. Perhatian dunia lebih
condong ke Palestina karena mereka berada di bawah pendudukan Israel, berbeda
dengan bangsa Kurdi. Hampir tidak ada yang memperdulikan bangsa Kurdi dikarenakan
lokasi geopolitik yang strategis ditambah dengan persediaan minyak yang
melimpah. Usaha-usaha yang dilakukan bangsa Kurdi untuk merdeka pun selalu
menemui jalan buntu.
Jika dilihat jauh sedikit ke belakang, kemerdekaan bangsa
Kurdi hampir menemui titik terang ketika Preesiden AS Woodrow Wilson
menjanjikan hal tersebut dalam perjanjian The
Treaty of Sevres tahun 1920. Perjanjian tersebut melibatkan Kekhalifahan
Turki Usmani dengan sekutu AS dalam pembagian wilayah bekas kekuasaan
Kekhalifahan Turki Usmani.
Hanya saja terbentuknya negara Turki modern oleh Mustafa
Kemal Ataturk membuat bangsa Kurdi harus menahan diri terlebih dahulu. Pada
tahun 1932, Irak merdeka dan bangsa Kurdi semakin terisolir dan terpecah.
Mereka yang mendiami daerah perbatasan menjadi tumbal pembantaian konflik
antara Irak, Iran, dan Turki.
Sumber: WIkipedia
Comments
Post a Comment