Masuknya Islam ke Gorontalo





Gorontalo merupakan provinsi Indonesia yang lahir pada 5 Desember tahun 2000. Ini menjadikannya menjadi provinsi Indonesia ke-32. Provinsi Gorontalo beribu kota di Kota Gorontalo yang juga sering disebut Hulontalo dan mendapat julukan “Kota Serambi Madinah”. Provinsi Gorontalo dihuni dari berbagai etnis yang berbentuk Pohala’a (Keluarga).

Berdasarkan catatan sejarah, Jazirah Semenanjung Gorontalo sudah terbentuk kurang lebih 1300 tahun lalu, di mana sudah berdiri Kerajaan Sumawa di Gorontalo pada abad ke-8 Masehi. Hal ini diperkuat dengan adanya makam para raja di tepian hulu sungai Bulawa. Selain itu, di hulu sungai Bone ditemukan makam Raja Sumawa yang bernama Raja Moluadu bersama dengan anak dan istrinya.

Gorontalo merupakan salah satu jazirah tertua di Sulawesi dan Nusantara yang mempunyai catatan sejarah yang cukup tua. Ini dibuktikan dengan ditemukannya situs Oluhuta yang merupakan sebuah situs prasejarah dan memiliki makam prasejarah di dalamnya. Sementara Kota Gorontalo sudah terbentuk sejak kurang lebih 400 tahun yang lalu atau sekitar abad ke-16. Saat itu, Kota Gorontalo menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah Indonesia Timur selain Ternate.

Menurut Basri Amin, Islam sudah masuk ke Gorontalo pada tahun 1525 yang dibawa oleh Raja Amai. Masuknya Islam ke Gorontalo dilalui lewat jalur perkawinan antara Raja Amai dengan puteri dari Kerajaan Palasa. Ketika Kerajaan Palasa yang terletak di Teluk Tomini sudah terlebih dahulu mengenal Islam yang dibarengi rajanya yang memeluk Islam.

Ketika Raja Amai meminang puteri dari Kerajaan Palasa beberapa syarat diajukan dari Kerajaan Palasa. Pertama, Raja Amai beserta rakyatnya harus memeluk Islam. Kedua, adat kebiasaan rakyat Gorontalo haruslah bersumber kepada Al Quran. "Dua syarat itu diterima oleh Amai. Di sinilah awal Islam menjadi kepercayaan penduduk Gorontalo," kata Mohammad Karmin Baruadi, Dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo.

Raja Amai yang setuju dengan syarat itu lalu mengumpulkan rakyatnya dan secara terang-terangan memeluk Islam. Ajaran-ajaran Islam diterima dengan mudah oleh masyarakat Gorontalo yang tidak tersentuh oleh Hindu-Buddha. Mereka menganggap ajaran Islam tidak bertentangan dengan adat yang selama ini mereka anut, justru Islam membimbing dan memperkuat pelaksanaannya.

Pada masa pemerintahan Sultan Eyato, Islam secara resmi menjadi agama resmi kerajaan. Perubahan pun dilakukan dengan meniru prinsip masyarakat Minangkabau, adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Pada masa itu, sistem pemerintahannya dirubah diperkuat dengan didasarkan kepada ilmu akidah.

Pejabat kerajaan diwajibkan memiliki dua puluh sifat Allah SWT yang telah diajarkan dalam ilmu akidah. Perubahan besar-besaran ini dilakukan oleh Sultan yang sekaligus ulama pada masa itu. "Sebelum menjadi raja, Eyato merupakan seorang hatibida'a yang tergolong ulama pada masa itu," kata Mohammad Karmin Baruadi.

Sumber: Wikipedia dan Republika

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tambahan yang sangat berguna dari sobat. Namun, mohon dengan sangat ma'af atas ketidak sengajaan saya menghapus komentar Anda. Dengan sangat berharap jika Anda berkenan mohon tulis kembali komentar Anda karena dirasa sangat berguna bagi pembaca. Terimakasih sebelumya

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel