Piramida, Atlantis, dan Nusantara
Piramida-piramida berhasil ditemukan oleh sekelompok orang
yang tergabung dalam Yayasan Turangga Seta. Piramida tersebut tersebar di
daerah Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua yang tersembunyi
di bawah bukit. Diantara piramida tersebut ialah Gunung Lalakon di Bandung dan
Gunung Sadahurip di Garut.
Dari hasil geolistrik yang mereka lakukan terdapat hasil
yang menangkap keberadaan struktur batuan yang tidak alami dan mirip dengan
piramida. Di dalam bangunan tersebut terdapat sebuah lorong dan pintu yang
menjadi jalan masuknya. Penemuan ini dapat menjadi bukti bahwa atlantis memang
berada di Indonesia.
Berdasarkan pandangan Abdul Hadi WM, Guru Besar Falsafah dan
Agama Universitas Paramadima bahwa atlantis sudah menjadi pandangan sejarah
yang dikembangkan dari pandangan apokaliptik. Beberapa tokoh yang memandangnya
sebagai sejarah ialah Ibnu Khaldun, Hegel, Oswald Spengler, dan Toynbee. “Suatu peradaban berkembang subur dan marak
pada mula pertama. Ibarat tetumbuhan di musim semi. Lalu datang musim panas,
peradaban mulai kerontang. Kemudian disusul musim gugur, krisis dan kerontokan
mulai mengancam peradaban antara lain disebabkan dekandensi moral dan
dehumanisasi. Akhirnya tiba masa kematiannya di musim dingin,” kata Abdul
Hadi.
Atlantis dikenal sebagai peradaban agung yang kali pertama
dipopulerkan oleh filsuf Yunani, Plato di dalam dua bukunya, Critias dan Timaeus. Lebih dari 2.000 tahun, atlantis dilupakan begitu saja
karena hilang dari peradaban dunia karena serangkian bencana dan telah menjadi
dongeng.
Secara perlahan, kisah atlantis kembali timbul ke permukaan
pada abad pertengahan di dunia barat. Banyak ilmuwan yang meyakini keberadaan
atlantis ini. Mereka mulai melakukan pencarian lokasi atlantis dengan
mengasumsikan bahwa lokasinya berada di sekitar laut atlantik, atau paling jauh
di sekitar Timur Tengah. Namun, dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah
tersebut tidak ditemukan bukti yang memadai.
Pada tahun 1990 terbit sebuah buku karangan Stephen
Oppenheimer yang berjudul “Eden in The East”. Dalam buku tersebut disebutkan
bahwa keberadaan atlantis yang selama ini dicari-cari ada di Paparan Sunda
(Sundaland), yaitu Asia Tenggara. “Saya
percaya bahwa sayalah orang pertama yang membela Asia Tenggara sebagai sumber
dari unsur-unsur peradaban Barat,” tulis Oppenheimer dalam prakata bukunya.
Sementara geolog dan fisikawan nuklir dari Brazil, Arysio de
Santos menulis sebuah buku yang membahas atlantis yang terbit pada tahun 2005.
Buku yang berjudul “Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitive
Localization of Plato’s Los Civilization” dengan tegas menyebutkan bahwa
atlantis sebenarnya adalah Indonesia. Ini merupakan hasil penelitiannya selama
30 tahun.
Sumber:
Historia.id
Comments
Post a Comment