Bung Hatta Bertikai Dengan Komunis
Dalam perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta
tidak dapat dipisahkan oleh sosok Soekarno. Kedua Bapak Prokamator ini mendapat
julukan dwitunggal walau ada beberapa gesekan yang mengakibatkan mereka berbeda
pendapat satu sama lain.
Namun, sebelum dikenal sebagai kawan seperjuangan Soekarno,
Bung Hatta sendiri memulai perjuangannya ketika masih bersekolah di Belanda. Di
sana, Hatta bergabung dengan organisasi sosial Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia, PI) yang kelak berubah
menjadi organisasi politik dengan adanya pengaruh tokoh “tiga serangkai”, yaitu
Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Douwes Dekker.
Tampuk kepemimpinan Perhimpunan Indonesia (PI) diberikan
kepada Hatta pada tahun 1926. Hal ini mengakibatkan sekolahnya di Belanda
sedikit terhambat. PI pada kepemimpinan Hatta melakukan perubahan dengan banyak
memberi komentar serta ulasan pada media massa di Indonesia. Pada Desember
1926, Semaun dari PKI menemui Hatta untuk memperbincangkan hal penting. Semaun
mengatakan kepada Hatta bahwa ia menawarkan organisasi PI sebagai pimpinan
pergerakan nasional. Dari pertemuan tersebut lahir sebuah perjanjian yang
bernama “Konvensi Semaun-Hatta”. Ketika itu, Hatta tidak menyetujui paham
komunis yang dibawa Semaun. Dari sinilah Stalin membatalkan keinginan Semaun
kepada Hatta. Penentangan Hatta terhadap paham komunis ditentang oleh anggota
PI yang sudah dikuasai oleh komunisme.
Tahun 1927 diadakan sidang "Liga Menentang
Imperialisme, Penindasan Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional" di
Frankfurt. Hatta yang ikut dalam sidang tersebut menilai bahwa pihak komunis
dan Rusia berkeinginan sekali untuk menguasai sidang. Hal inilah yang membuat
Hatta semakin tidak percaya kepada komunis.
Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak, dan
Madjid Djojohadiningrat ditangkap oleh Belanda. Ini karena mereka
dikait-kaitkan dengan PKI Semaun yang melakukan pemberontakan pada 1926-1927.
Mereka semua dipenjara di Rotterdam, Hatta sendiri dipenjara selama tiga tahun.
Dalam pidatonya yang berjudul Indonesie
Vrij (Indonesia Merdeka) pada sidang kedua, Hatta membantah semua tuduhan
yang ditujukan kepadanya. Hatta juga dibela oleh tiga orang pengacara Belanda
yang bersimpatik kepadanya. Setelah tidak cukup bukti penahanan Hatta beserta
tiga tokoh lainnya, mereka semua dibebaskan.
Hatta memutuskan keluar dari PI untuk fokus menghadapi ujian
sarjana pada tahun 1931. Akibatnya, PI yang sejak awal sudah dimasuki paham
komunis akhirnya benar-benar jatuh ke tangan komunis. PI mendapat arahan dari
Moskow dan partai komunis Belanda. Melihat situasi ini, para pengikut dan
simpatisan Hatta membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka dan
kelak disebut PNI baru. Mereka mendorong Hatta dan Syahrir untuk segera
memutuskan langkah kongkret untuk mempersiapkan kepemimpinan di sana.
Sumber: Wikipedia
Comments
Post a Comment