Ketika Para Pesilat Mengobrak-abrik Pasukan Sekutu
Manusia-manusia Indonesia memang dibekali jiwa ksatria. Ini
semakin terlihat ketika perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Para
jawara dan pendekar yang bermodalkan ilmu beladiri silat maupun lainnya
berjuang bersama-sama melawan sekutu yang mendarat di Indonesia.
Ketika itu di perlintasan kereta api di Rawa Pasung, Bekasi
jadi panggung bagi para pesilat asal Subang. Mereka dengan mengobarkan kalimat
takbir dan membawa golok mengacak-acak konvoi kendaraan tempur Inggris. Hal ini
terjadi pada 29 November 1945.
Aksi ini berawal ketika H. Ama Puradiredja, pimpinan
kelompok Subang mendatangi komandan TKR Resimen V/Cikampek, yaitu Letkol
Moeffreni Moe’min. Dalam pertemuan tersebut, H. Ama bersedia bergabung dalam
upaya mempertahankan kemerdekaan di front terdepan. Mereka dengan ikhlas
sepenuh hati jiwa raga untuk mempertahankan sejengkal tanah NKRI dari tangan
Sekutu.
Front terdepan yang tertera di atas adalah Front Bekasi.
Front yang memiliki garis demarkasi di kali Cakung setelah kesepakatan Sekutu
dengan pemerintahan RI. Dalam kesepakatan tersebut menyatakan bahwa Jakarta
sebagai kota diplomasi harus dikosongkan oleh tentara Republik mulai dari
tanggal 9 November 1945.
Lalu, Letkol Moeffreni memberikan izin kepada mereka dengan
satu syarat. Mereka harus ikut latihan dasar kemiliteran untuk menambah kelihaian
dalam menghadapi musuh-musuh macam NICA dan Inggris yang merupakan pemenang
Perang Dunia II.
“Saudara boleh di (front) depan, tapi sebelumnya saudara
diberikan beberapa pengetahuan militer dulu, supaya serangan itu efektif,” ucap
Letkol Moeffreni yang dikutip dari buku “Jakarta-Karawang-Bekasi dalam Gejolak
Revolusi: Perjuangan Moeffreni Moe’min”.
Selain dididik secara formal dari instruktur organik Resimen
V, mereka juga dibekali granat sebagai senjata. Dipilihnya hanya granat untuk
mereka karena saat itu persediaan senjata api masih tidak banyak. Para jagoan
silat ini juga hanya bermodalkan pakaian seadanya seperti petani pada zamannya.
Hingga tiba saatnya ketika konvoi pasukan Inggris yang
diikuti serdadu Belanda di belakangnya melewati wilayah Republik hingga masuk ke
Rawa Pasung.
Para jago silat dengan bekal senjata seadanya menyamar
sebagai penduduk biasa mulai ambil posisi melihat kedatangan mereka. Beragam
senjata tajam mereka bawa dan disembunyikan di balik pakaian mereka. Beberapa
orang yang ditugasi untuk menutup pintu perlintasan kereta untuk memblokade
jalan. Hingga terdengarlah pekikan “Allahu
Akbar...Allahu Akbar!”
Serangan tiba-tiba tersebut membuat konvoi pasukan Inggris
dan Belanda kaget. Sontak mereka bertarung dalam keadaan jarak dekat.
Pertarungan merambah ke atas panser, tank, dan truk. Tentara Inggris dan
Belanda yang kaget atas kedatangan mereka tidak dapat berbuat banyak walau
dilengkapi persenjataan lengkap. Mereka tidak siap berhadapan man to man dengan para pesilat yang
sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu.
Tidak jelas berapa korban dari pihak Inggris-Belanda. Yang pasti
tercatat hanya 6 anggota Pesilat Subang yang tumbang. Mereka juga berhasil
membawa senjata-senjata tentara Inggris-Belanda sebagai bekal mereka nanti.
Dari penyerangan ini membuat kekuatan pasukan gabungan Inggris-Belanda sedikit
berkurang. Ditambah ketika dalam upaya mundur ke arah Pondok Ungu mereka
mendapati pasukan lain yang siap menghadang. Pasukan Laskar Rakyat ini dipimpin
KH Noer Ali dan dibantu TKR sektor Bekasi pimpinan Mayor Sambas Atmadinata
Sumber: Okezone
Comments
Post a Comment