Jong Islamieten Bond, Organisasi Pemuda Islam Pertama di Indonesia
Pemuda Indonesia mempunyai peranan penting dalam merebut
kemerdekaan dari para penjajah. Mereka bergabung dalam organisasi dan
berserikat dalam satuwadah yang memiliki tujuan sama. Salah satu organisasi
pemuda yang lahir pada zaman kolonial Belanda adalah Jong Islamieten Bond (JIB). Organisasi pemuda ini lahir pada
tanggal 1 Januari 1925.
Tiga pemuda aktivis Jong Java, yaitu Kasman Singodimejo, Ki
Musa Al-Machfoed, dan Suhodo menjadi pelopor pendirian organisasi ini. Mereka
berkeyakinan bahwa ada semacam perbedaan yang dirasakan bagi organisasi pemuda pelajar.
Khususnya pemuda Islam yang tergabung dalam organisasi tidak diperbolehkan
untuk mempelajari pengetahuan yang ada sangkut pautnya dengan Agama Islam. Para
pemuda tersebut yang bersekolah di MULO dan AMS juga tidak jarang mendengar
ucapan sinis dari guru mereka yang menyinggung ajaran dan umat Islam.
Kasman Singodimejo, Ki Musa Al-Machfoed, dan Suhodo
berkeyakinan jika ajaran Islam dapat dimuat ke dalam organisasi maka akan
mengurangi kerenggangan yang terjadi. DIpilihnya Islam dalam hal ini karena
Islam merupakan agama mayoritas yang dipeluk oleh rakyat Indonesia.
Raden Syamsuridjal selaku Ketua Hoold-Bestuur Jong Java menanggapi hal tersebut dengan positif.
Pada kongres ke-7 Jong Java tanggal 27-31 Desember 1924, Raden Syamsuridjal
membawa pendapat tersebut dengan mengusulkan agara pelajaran Islam dijadikan
pelajaran wajib di Jong Java.
Syamsuridjal memperkuat usulannya tersebut dengan memberikan
dua pertimbangan. Pertama, ia meyakini bahwa anggota Jong Java sebagai calon
pemimpin masa depan harus mengerti kepercayaan dan keyakinan masyarakat mereka.
Kedua, hal ini dapat dilakukan jika
mereka memepelajari agama mayoritas yang dipeluk di Indonesia, yaitu Islam. Menurutnya
pertimbangan ini dapat dipertanggungjawabkan karena para pendeta Katolik dan
Protestan sudah memberikan pelajaran kepada anggota Jong Java pemeluk agama
Kristen.
Dalam kongres tersebut usulan ini tidak diterima begitu saja
oleh anggota kongres. Dua kali voting dilakukan hasil menyatakan sama
kuat.Melihat hal ini keputusan pamungkas berada ditangan Ketua Hoold-Bestuur. Namun, Syamsuridjal yang
menjabat sebagai Ketua Hoold-Bestuur
dan mendukung usulan jika Islam sebagai pelajaran wajib merasa tidak etis
andaikan ia memenangkan sendiri dukungan tersebut.
Demi menjaga rasa persatuan diantara anggota Jong Java,
Syamsuridjal memutuskan untuk menolak usulan tersebut. Lalu, ia meletakkan
jabatan Ketua Hoold-Bestuur. Para
anggota pendukung Islam merasa kecewa dengan keputusan ini. Menjelang hari
menuju tengah malam, para aktivis Islam ini bertemu dengan Haji Agus Salim.
Mereka melaporkan kejadian yang terjadi kepada Haji Agus Salim.
Dalam perbincangan tersebut Haji Agus Salim menyarankan agar
dibentuk suatu wadah dimana pemuda Islam dapat berkumpul dan bersatu. Akhirnya
diputuskan bahwa organisasi tersebut adalah Jong Islamieten Bond (JIB) yang
merupakan perkumpulan pemuda Islam pertama di Indonesia. Mohammad Roem menilai
kelahiran JIB tidak akan terjadi jika usulan para aktivis Islam diterima oleh
Syamsuridjal.
Jong Islamieten Bond (JIB) dibentuk pada 1 Januari 1925
dengan tujuan meningkatkan perkembangan jasmaniah dan rohaniah para anggota
dengan cara pendidikan dan aktivitas diri sendiri, menanam dan menumbuhkan rasa
kebersamaan dan rasa persaudaraan di antara golongan-golongan intelektual yang
terdiri dari berbagai suku bangsa, menumbuhkan dan meningkatkan pendekatan
antara golongan intelektual dan rakyat, mempelajari Islam, menumbuhkan dan
mengembangkan simpati terhadap Islam dan penganutnya disamping toleransi
positif terhadap pihak-pihak yang berkeyakinan lain.
Anggota JIB terdiri dari pemuda yang berusia 14 tahun sampai
29 tahun. Jong Islamieten Bond diisi oleh para pemuda yang masih bersekolah
ditingkat menengah (MULO dan AMS), para guru STOVIA, bahkan mahasiswa. Tercatat
hingga pada tahun 1930-an jumlah anggota JIB mencapai 4.000 orang.
JIB melebarkan sayapnya dengan mendirikan organisasi
kepanduan yang bernama Nationaal
Indonesische Padvinderij (Natipij). Penggunaan Nationaal Indonesische yang mempunyai arti Kebangsaan Indonesia
merupakan hal pertama yang dilakukan oleh organisasi resmi pada masa itu (masa
pemerintah colonial Belanda).
Sumber: jogjakemasjid.com
Comments
Post a Comment