Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz



Nama Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani begitu harum dikalangan masyarakat Indonesia khususnya di daerah Banten. Beliau lahir di Serang pada tahun 1813 dan masih merupakan keturunan Sultan Maulana Hasanuddin yang merupakan sultan pertama dari Kesultanan Banten. Syekh Nawawi Al-Bantani dididik sejak kecil oleh ayahnya Syekh Umar Al-Bantani yang juga merupakan ulama di Banten. Setelah berusia delapan tahun beliau menimba ilmu kepada K.H. Sahal Al-Bantani. Saat dirasa sudah cukup Syekh Nawawi memutuskan untuk memperdalam ilmunya dengan berguru kepada Syekh Baing Yusuf dari Purwakarta.

Ketika usia beliau menginjak 15 tahun, Syekh Nawawi bersama kedua saudaranya dikirim ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Ketika selesai menunaikan ibadah haji beliau tidak langsung pulang ke tanah air. Syekh Nawawi memanfaatkan kesempatan ketika berada di Mekkah dengan menuntut ilmu sebanyak mungkin. Di sana Syekh Nawawi bertemu dengan para ulama Indonesia yang mengajar di Mekkah salah satunya Syekh Ahmad Khatib asal Sambas.

Setelah menuntut ilmu kepada para ulama Mekkah, Syekh Nawawi memutuskan untuk kembali ke tanah air. Sesampainya di tanah air beliau merasakan sendiri imbas kebijakan pemerintah Kolonial Belanda yang membatasi pergerakan para ulama. Hal ini dianggap beliau dapat menghambat pencarian ilmu agama oleh para umat Islam termasuk Syekh Nawawi sendiri. Bahkan Syekh Nawawi pernah dilarang berkhutbah di masjid karena dituduh sebagai pendukung Pangeran Diponegoro yang memberontak terhadap Belanda. Untuk itu, beliau memutuskan untuk kembali ke Mekkah.

Di Mekkah Syekh Nawawi tidak henti-hentinya untuk memperdalam ilmu agama. Alhasil banyak ilmu yang sudah beliau kuasai sehingga Syekh Nawawi dijuluki “Sayyidu Ulama’ al-Hijaz” yang mempunyai arti “Sesepuh Ulama Hijaz”. Ulama-ulama di Indonesia juga memberi julukan kepada Syekh Nawawi Al-Bantani sebagai “Bapak Kitab Kuning Indonesia”.

Di Arab Saudi, Syekh Nawawi juga pernah memiliki pendapat berbeda mengenai ziarah kubur. Pemerintah yang Arab Saudi melarang ziarah kubur ditentang oleh Syekh Nawawi. Beliau menganjurkan kepada umat Islam agar menghormati makam-makam orang yang berjasa dalam sejarah perjuangan Islam. Menurut Syekh Nawawi ziarah terhadap makam Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dapat mengingatkan kebesaran pengorbanan mereka dalam dakwah Islam yang patut diteladani.

Syekh Nawawi Al-Bantani juga mempunyai beberapa karomah yang diberikan oleh Allah SWT. Ketika itu, beliau yang belum kembali ke Mekkah singgah di Masjid Pekojan, Batavia. Ketika di dalam masjid, Syekh Nawawi melihat kesalahan pada arah kiblat masjid tersebut. Lalu, Syekh Nawwi memberitahukan hal tersebut kepada pendiri masjid, yaitu Sayyid Utsman bin 'Agil bin Yahya al-'Alawi.

Syekh Nawawi yang ketika itu masih berusia remaja menjelaskan kepada Sayyid Utsman kesalahan kiblat yang melenceng dari Ka’bah. Mendengar penuturan Syekh Nawawi, Sayyid Utman terkejut bukan main. Sayyid Utsman lalu berdiskusi dengan Syekh Nawawi tentang arah kiblat yang benar.

Namun, Sayyid Utsman merasa sudah yakin betul dengan arah kiblat Masjid Pekojan ketika pertama kali berdiri. Di lain pihak, Syekh Nawawi juga begitu yakin bahwa ada kesalahan pada arah kiblat Masjid Pekojan. Syekh Nawawi mendekatkan diri kepada Sayyid Utsman lalu berkata, "Lihatlah Sayyid!, itulah Ka'bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka'bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke arah Ka'bah."

Melihat kejadian aneh ini, Sayyid Utsman termangu sejenak melihat kejadian yang ada. Sayyid Utsman yang awalnya tidak percaya kepada Syekh Nawawi merasa takjub kepada beliau. Tubuh Syekh Nawawi yang masih remaja dipeluk oleh Sayyid Utsman yang yakin bahwa anak ini dikaruniai kemuliaan berupa terbukanya nur basyarriyah.

Syekh Nawawi wafat pada tahun 1897 dan dimakamkan di Mekkah, Arab Saudi. Di Arab Saudi terdapat sebuah kebijakan bahwa setelah setahun dikuburnya seseorang maka mayat tersebut akan di pindahkan ke luar kota. Kebijakan ini ditujukan kepada siapa saja tanpa pandang bulu entah itu pejabat maupun saudagar kaya.

Kebijakan ini pula menimpa Syekh Nawawi Al-Bantani. Setelah satu tahun mayat beliau dimakamkan datang petugas untuk menjalankan tugas tersebut. Mereka menggali kubur Syekh Nawawi. Ketika menggali kubur beliau terkejutlah mereka melihat mayat Syekh Nawawi yang masih utuh tanpa bau busuk. Kain kafan putih yang menutupi jasad beliaupun masih bagus tanpa lecet dan sobek.

Petugas penggali kubur melaporkan kejadian ini kepada atasannya. Mendengar penuturan petugas tersebut, atasan melakukan pencarian siapakah orang yang dimakamkan di kuburan tersebut. Setelah mendapat kesimpulan barulah tahu dia bahwa orang yang dikuburkan tersebut bukanlah orang biasa. Beliau adalah ulama Sayyidu Ulama’ al-Hijaz Syekh Nawawi Al-Bantani


Sumber: Wikipedia   I   Ngelmu.co   I   NU.or.id

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang