Perjalanan Syekh Abdul Qadir Al Jailani untuk Betemu dengan Guru Beliau
Sebuah riwayat menceritakan tentang perjalanan Syekh Abdul
Qadir Al Jailani dengan Syekh Hammad Al Dabbas. Kisah ini diriwayatkan oleh
Thalhah ibn Muzhaffar Al Alani..
Suatu hari Syekh Abdul Qadir Al Jailani tinggal di Baghdad
selama 20 hari. Namun, beliau tidak mendapatkan apapun untuk dimakan. Selain
itu, Syekh Abdul Qadir Al Jailani juga tidak memiliki pekerjaan. Untuk itu
beliau memutuskan untuk pergi ke Serambi Agung Iwan Kisra untuk mencari pekerjaan.
Sampai di sana, Syekh Abdul Qadir Al Jailani mendapati tujuh
puluh orang saleh yang mempunyai niat sama dengan beliau untuk mencari
pekerjaan. Beliau pun berkata, “Rasanya
seperti tidak memiliki watak muru’ah (wibawa) jika aku harus bersaing dengan
mereka.”
Syekh Abdul Qadir Al Jailani memutuskan untuk kembali dari
Serambi Agung Iwan Kisra menuju Baghdad. Ketika di Baghdad Syekh Abdul Qadir
bertemu dengan orang yang tinggal sekampung dengan beliau. Orang itu memberikan
titipan berupa uang logam kepada Syekh Abdul Qadir Al Jailani yang berasal dari
ibu beliau, “Ini ibumu yang mengirimkan
untukmu melalui aku.”
Beliau berjalan menuju kawasan miskin Serambi Agung yang
sebelumnya beliau datangi untuk mencari pekerjaan. Sampai di sana, Syekh Abdul
Qadir Al Jailani membagikan uang logam tersebut kepada tujuh puluh orang saleh
yang beliau temui pada kesempatan lampau. Mereka pun menanyakan hal ini kepada
Syekh Abdul Qadir Al Jailani. “Apa ini?”,
tanya mereka. Syekh Abdul Qadir Al Jailani menjawab, “Ini pemberian ibuku di Jilan (kampong Syekh Abdul Qadir Al Jailani)
untukku. Aku merasa tidak pantas untuk menghabiskannya sendiri tanpa berbagi
dengan kalian.”
Lalu beliau pergi kembali ke Baghdad dan menggunakan uang
yang tersisa untuk membeli makanan yang cukup banyak. Syekh Abdul Qadir Al
Jailani mengajak orang-orang miskin bergabung dengan beliau untuk menyantap
makanan yang ada bagaikan pesta. Uang tersebut alhasil habis tidak bersisa.
Syekh Abdul Qadir Al Jailani berkata, “Dalam hatiku terbesit keinginan untuk keluar saja dari Baghdad, karena
waktu itu kurasa banyak sekali fitnah (bencana) terjadi di sana. Maka aku
mengambil mushaf Al Quran dan menggantungnya di pundakku. Aku lalu berjalan
menuju gerbang al-Khaliqah, agar aku bisa keluar menuju gurun pasir.”
Tiba-tiba Syekh Abdul Qadir Al Jailani mendengar suara yang
ditujukan kepadanya, “Kamu hendak ke
mana?” Suara tersebut seperti mendorong badan Syekh Abdul Qadir sehingga
beliau jatuh ke tanah. Suara tersebut kembali berbunyi, “Kembalilah, karena manusia akan memperoleh manfaat dari keberadaanmu
di sini.” Lalu Syekh Abdul Qadir menjawab, “Apa urusanku dengan orang lain! Kepentinganku adalah menyelamatkan
agamaku.” Suara tersebut kembali menyahut, “Pokoknya kembali saja, maka keselamatan agamamu akan dijamin.”
Tidak berselang lama setelah peristiwa tersebut pada malam
hari, Syekh Abdul Qadir Al Jailani mengalami penghampiran aneka keadaan rohani.
Syekh Abdul Qadir merasa kebingungan dalam upayanya menyingkap makna peristiwa
tersebut. Beliau pun berdoa kepada Allah untuk mempertemukan dirinya dengan seseorang
yang dapat menyingkapkan peristiwa tersebut.
Keesokan harinya Syekh Abdul Qadir berjalan melewati sebuah
tempat yang bernama Al Muzhaffariyyah. Di tepat inilah Syekh Abdul Qadir
berpapasan dengan seseorang yang sedang membuka pintu rumahnya. Orang tersebut
memanggil Syekh Abdul Qadir dan meminta beliau untuk mendekat kepadanya. “Apa yang kamu minta tadi malam atau
kemarin?”, orang tersebut bertanya kepada Syekh Abdul Qadir. Tapi, Syekh
Abdul Qadir hanya bisa terdiam seperti kehilangan kata-kata.
Sikap diamnya Syekh Abdul Qadir membuat orang tersebut
jengkel. Ia menutup pintunya dengan keras sampai-sampai mengeluarkan debu-debu
yang mengepul di wajah Syekh Abdul Qadir. Setelah berjalan sejenak Syekh Abdul
Qadir teringat apa yang ia minta kepada Allah pada malam itu. Beiau pun lekas
kembali mencoba menemukan rumah orang tadi. Setelah melakukan pencarian, Syekh
Abdul Qadir tidak dapat menemukannya sampai-sampai dada beliau terasa sesak.
Seiring berjalannya waktu, Syekh Abdul Qadir Al Jailani
akhirnya mengetahui siapa gerangan orang tersebut. Beliau ialah Syekh Hammad Al
Dabbas. Syekh Abdul Qadir Al Jailani memutuskan untuk berguru kepada Syekh
Hammad Al Dabbas agar dapat menyingkap peristiwa yang sulit dipahaminya pada
malam tersebut.
Pada suatu kesempatan, Syekh Abdul Qadir tidak hadir di
hadapan Syekh Hammad Al Dabbas karena harus belajar fikih, Syekh Hammad Al
Dabbas akan berkata kepada Syekh Abdul Qadir Al Jailani. “Apa urusanmu datang kemari? Kamu kan seorang ahli fikih. Enyah saja
dari sini, dan bergabunglah dengan para fuqaha (ahli ilmu fikih).” Syekh
Abdul Qadir hanya diam tidak menjawab.
Ketika hari Jum’at tiba, Syekh Abdul Qadir mengikuti Syekh
Hammad Al Dabbas dan sahabat-sahabatnya untuk solat Jum’at di Masjid Rushafah
yang letaknya di luar Baghdad. Ketika melintasi sebuah jembatan penyeberangan
sungai, Syekh Hammad Al Dabbas mendorong Syekh Abdul Qadir Al Jailani hingga
terjatuh ke sungai. Syekh Abdul Qadir berkata, “Terlanjur basah, aku niatkan saja sekalian mandi Jum’at. Bismillah.
Aku mandi Jum’at, kataku. Padahal waktu itu aku memakai jubbah wul, dan di saku
lenganku ada upah hasil kerjaku, maka aku angkat kedua tanganku (untuk minta
tolong). Tetapi mereka membiarkanku begitu saja, dan mereka pergi.”
Dengan susah payah Syekh Abdul Qadir berhasil naik ke darat
dengan basah kuyup. Lalu beliau mengejar rombongan Syekh Hammad Al Dabbas untuk
menuju masjid. Jika Syekh Abdul Qadir tidak datang kembali untuk belajar fikih
maka Syekh Hammad Al Dabbas akan berkata, “Hari
ini kita menerima kiriman roti berlapis madu yang sangat banyak. Kami makan
semuanya, dan tidak menyisakan sedikit pun buat kamu.”
Melihat perlakuan Syekh Hammad Al Dabbas terhadap Syekh
Abdul Qadir Al Jailani seperti ini tidak jarang sahabat-sahabat Syekh Hammad Al
Dabbas juga berlaku kasar terhadap Syekh Abdul Qadir. Namun, jika Syekh Hammad
Al Dabbas melihat perlakuan kasar sahabat-sahabatnya terhadap muridnya yang
bernama Syekh Abdul Qadir Al Jailani, beliau akan membela Syekh Abdul Qadir dan
berkata kepada mereka, ”Wahai anjing-anjing, kenapa kalian sakiti
dia (Syekh Abdul Qadir Al Jailani)! Demi Allah, tidak ada seorang pun di antara
kalian yang (derajat spriritualnya) setara dengan dia. Aku menyakiti dia
semata-mata demi menguji dia, supaya dia kelak menjadi gunung yang tak bisa
tergoncangkan.”
Sumber: Maha Guru Syekh Abdul Qadir Al Jailani
(Samsul Ma’rif)
Comments
Post a Comment