Perjalanan Syarif Abdurrahman Menemukan Pontianak
Masjid Jami Pontianak atau yang juga dikenal dengan sebutan
Masjid Sultan Syarif Abdurrahman merupakan masjid tertua yang tertulis dalam
sejarah kota Pontianak, Kalimantan Barat. Penamaan masjid ini didedikasikan
kepada sultan pertama dari Kesultanan Pontianak yang bernama Syarif Abdurrahman
Al Kadrie seorang keturunan Arab.
Syarif Abdrurrahman Al Kadrie merupakan anak dari Al Habib
Husin yang merupakan ulama penyebar Islam yang berasal dari Arab. Sementara ibu
dari Syarif Abdurrahman masih keturunan bangsawan dari Kerajaan Matan bernama
Nyai Tua anak dari Sultan Kamaludin.
Perjalanan Syarif Abdurrahman menemukan kota Pontianak
bermula ketika ayahnya wafat pada tahun 1184 Hijriah. Bersama
saudara-saudaranya, Syarif Abdurrahman pergi menggunakan 14 perahu kakap untuk
menemukan tempat bermukim yang baru. Mereka mulai menyusuri Sungai Peniti dan
sampai pada suatu tanjung pada waktu menunjukkan adzan Zuhur. Rombongan Syarif
Abdurrahman hanya singgah sebentar pada tempat tersebut karena dirasa ada ketidakcocokan.
Sekarang tempat Syarif Abdurrahman beserta rombongan melakukan solat zuhur
dikenal Tanjung Dhohor.
Perjalanan dilanjutkan dengan mengambil jalur menyusuri Sungai
Kapuas. Pada tanggal 14 Rajab 1184 Hijriah (23 Oktober 1771) subuh hari,
rombongan Syarif Abdurrahman berhasil tiba pada persimpangan Sungai Kapuas dan
Sungai Landak. Di sini mereka memutuskan untuk bermukim. Syarif Abdurrahman
memerintahkan pengikutnya untuk menebas pohon di daratan tersebut. Setelah dirasa
cukup dimulailah pembangunan rumah dan balai, serta Masjid Jami dan Istana Kadriah.
Dua bangunan ini menjadi tanda pendirian kota Pontianak oleh
Syarif Abdurrahman. Pembangunan Masjid Jami Pontianak belum selesai ketika
Syarif Abdurrahman wafat. Masjid ini pembangunannya dilanjutkan pada masa
pemerintahan Sultan Syarif Usman yang merupakan anak dari Syarif Abdurrahman. Oleh
Syarif Usman masjid ini dinamakan Masjid Sultan Syarif Abdurrahman sebagai
penghormatan kepada ayahnya yang merupakan sultan pertama dari Kesultanan
Pontianak.
Bahan utama pembangunan masjid ini 90 persen menggunakan
kayu belian. Di dalam masjid terdapat 6 buah tiang dari kayu belian dengan
ukuran diameter yang cukup besar. Awalnya atap masjid ini terbuat dari bahan
rumbia, namun sekarang dirubah menggunakan sirap. Jika dilihat puncak dari atap
Masjid Jami Pontianak ini mirip dengan kuncup bunga ataupun stupa.
Eksotisme Masjid Jami Pontianak dapat dilihat dari depan karena
langsung berhadapan dengan sungai terpanjang di Indonesia, yaitu Sungai Kapuas.
Masjid ini juga menyelenggarakan masjlis ilmu yang diajarkan oleh beberapa
ulama. Diantara ulama tersebut ialah Muhammad Al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi,
Syekh Zawawi, Syekh Madani, H. Ismail Jabbar, dan H. Ismail Kelantan.
Terdapat beberapa versi mengenai asal usul penamaan “Pontianak".
Menurut legenda setempat ketika Syarif Abdurrahman sampai di daerah pertemuan
Sungai Kapuas dan Sungai Landak sering digangggu oleh seorang hantu perempuan
berambut panjang dan memakai pakaian putih atau sering disebut kuntilanak.
Merasa terganggu Syarif Abdurrahman memerintahkan agar menembakkan meriam agar
dapat mengusir kuntilanak tersebut.
Versi lain mengatakan bahwa penyebutan Pontianak berasal
dari kata “Pohon Punti” yang memiliki arti pohon-pohon tinggi. Karena sebelum
kedatangan Syarif Abdurrahman wilayah yang berdirinya Istana Kadriah dan Masjid
Jami dikelilingi oleh pohon-pohon yang menjulang tinggi.
Sumber: Indonesiakaya.com I Wikipedia I Tribun Pontianak
Comments
Post a Comment