Habib Ali Kwitang, Ulama Penyatu Umat
Di daerah Kwitang, Jakarta Pusat
terdapat sebuah majelis ilmu yang berumur satu abad lamanya. Ribuan jama’ah
yang ingin menuntut ilmu datang berbondong-bondong ke arah Kwitang. Jalan yang
tidak terlalu lebar tersebut dipenuhi sesak oleh para penuntut ilmu. Ditambah
para pedagang yang menjajakan dagangan sekaligus mengambil berkah dari majelis
ini. Sosok di balik mansyurnya majelis ini di daerah Jakarta tidak lepas dari
pendirinya yaitu, Habib Ali bin Abdurrahaman Al Habsyi atau yang popular dengan
panggilan Habib Ali Kwitang. Beliau mendirikan majelis ini pada tahun 1911.
Habib Ali Kwitang lahir di daerah
Kwitang, Jakarta pada 20 April 1869. Ayah beliau yang bernama Habib
Abdurrahaman bin Abdullah Al Habsyi merupakan ulama sekaligus da’I. Habib Ali
Kwitang ditinggal oleh ayahnya yang meninggal dunia ketika masih berusia 10
tahun. Ayahnya meninggalkan pesan kepada ibunda Habib Ali Kwitang agar anaknya
disekolahkan di Makkah dan Hadramaut.
Pada usia 11 tahun Habib Ali
Kwitang pergi ke Hadramaut, Yaman untuk memperluas pengetahuan agama Islam.
Sesampainya di sana Habib Ali Kwitang pergi menuju rubath Habib Abdurrahman bin
Alwi Al Aydrus. Diantara guru Habib Ali Kwitang di sana adalah Shohibul Maulid
Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi. Sementara ketika di Haramain, Habib Ali
Kwitang menyempatkan diri untuk berguru kepada Habib Muhammad bin Husain Al
Habsyi seorang Mufti Makkah dan Sayyid Abu Bakar Syatha ulama pengarang Kitab i'anatut tholibin.
Setelah selesai menuntut ilmu di
negeri Arab, Habib Ali Kwitang memutuskan untuk kembali ke Betawi. Habib Ali
Kwitang juga menyempatkan diri untuk merenggut ilmu dari Mufti Betawi kala itu
yaitu, Habib Usman bin Yahya.
Kesungguhan Habib Ali Kwitang
dalam menuntut ilmu menjadikannya memiliki pengetahuan Islam yang luas. Untuk
itu banyak para ulama-ulama Betawi dan NU yang berguru kepada beliau. Diantara
murid beliau yang banyak tersebut ialah Muallim Thabrani Paseban, KH Abdullah
Syafi’I, KH Abdul Hadi Pisangan, KH Zayadi Muhajir Klender, KH Thohir Rahili
Bukit Duri, KH Abdurrazak Makmun, KH Ismail Pedurenan, KH Muhammad Naim Cipete,
KH Abdul Rasyid Ramli, KH Rahmatullah Shidiq, KH M Syafi’i Hadzami, Dr KH
Nahrawi Abdul Salam, dan lain-lain.
Hubungan Habib Ali Kwitang dengan
para ulama NU tidak lepas dari kiprah beliau dalam pendirian NU di daerah
Betawi. Ketika itu Guru Marzuki (KH Ahmad Marzuki) yang merupakan kawan
Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari ketika belajar di Mekkah berkeinginan untuk
mendirikan cabang NU di daerah Betawi. Guru Marzuki lalu memutuskan untuk pergi
mengunjungi Habib Ali Kwitang dalam rangka bermusyawarah dan meminta restu
pendirian cabang NU di Betawi.
Ketika NU memutuskan untuk keluar
dari Masyumi dan memutuskan membuat Partai NU, Habib Ali Kwitang yang mempunyai
murid di dua kubu tidak memperlihatkan keberpihakannya.
Di kubu NU, Habib Ali Kwitang
mempunyai murid yang menjadi Ketua Umum PBNU yaitu, KH. Idham Chalid ulama dari tanah Banjar (Kalsel).
Sementara di Partai Masyumi ada KH Abdullah Syafi’I dan KH Nur Ali yang menjadi
motor penggerak Masyumi di Betawi.
Habib Ali Kwitang juga mempunyai
perhatian lebih terhadap perjuangan umat Islam baik di dalam negeri maupun luar
negeri. Beliau pernah menyuarakan protes terhadap negeri Italia yang membantai
kaum muslimin di Tripoli, Libya. Habib Ali atas saran Habib Usman bin Yahya
(yang merupakan guru beliau) turun langsung berpidato di hadapan kaum muslimin
Betawi untuk membangun solidaritas atas kejahatan yang dilakukan tentara
Italia.
Hadir juga dalam acara tersebut
tokoh dari Sarekat Islam, HOS Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim. Selain itu
beliau juga meminta umat Islam memboikot produk yang berasal dari Italia
semacam mobil Fiat dan Topi Stambul kala itu.
Kharisma Habib Ali Kwitang putera
Betawi ini dibuktikan dengan beberapa kunjungan para tokoh maupun ulama yang
bersilaturahim kepada beliau. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan KH Wahab
Chasbullah ulama NU selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Habib Ali ketika
berkunjung ke Jakarta.
Bahkan ketika Konferensi Islam
Asia-Afrika di Indonesia pada tahun 1965, Menko KASAB Jenderal AH Nasution
mengantarkan para kepala dan tamu anggota kongres untuk berkunjung ke Majelis
Taklim Kwitang.
Sumber: Republika I NU.or.id
Comments
Post a Comment