Kiprah NU di Politik
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan ormas Islam terbesar di
Indonesia bahkan di dunia. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengurus structural
Cabang Istemewa NU yang terdapat di berbagai negara termasuk di Amerika Serikat
dan Australia-New Zealand. Berdasarkan data pada tahun 2015 disebutkan bahwa
jumlah pengikut NU di Indonesia berjumlah 90 juta jiwa. Besarnya jumlah
pengikut NU ini menjadi kekuatan tersendiri bagi setiap keputusan pimpinan
ataupun sesepuh NU yang akan diikuti oleh pengikutnya. Tidak terkecuali
keputusan politik NU.
NU sudah berpolitik ketika negeri ini belum memerdekakan
diri dengan nama Indonesia. NU bersama dengan Muhammadiyah dan Sarekat Islam
menggabungkan diri ke dalam organisasi Islam bernama Majelis Islam A'la
Indonesia (MIAI) yang dibentuk tahun 1937.
Di dalam tubuh MIAI, pendiri NU, yaitu Hadratusyaikh Hasyim
Asy’ari menjadi ketua badan legislatif
yang di dalamnya terdapat 13 organisasi yang gabungan. MIAI menjadi wadah bagi
perjuangan umat Islam Indonesia melawan Belanda di bidang poltik. Umat Islam
Indonesia yang tergabung di MIAI menentang kebijakan Belanda yang membuat
undang-undang perkawinan dan wajib militer bagi umat Islam.
Kiprah MIAI dalam dunia politik tidak berjalan lama dan
dibubarkan pada zaman penjajahan Jepang karena bernuansa politik. Namun, Jepang
tidak melarang ormas Islam asalkan tidak menganggu politik kekuasaan Jepang di
Indonesia. Untuk itu Jepang merestui pembentukan ormas pengganti MIAI menjadi Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) pada 24 Oktober 1943. Masyumi diberikan
ruang bebas menjadi wadah berkumpulnya para ulama dan cendekiawan muslim
asalkan tidak melakukan terobosan-terobosan politik.
NU mempunyai peran penting dalam masa awal-awal berdirinya
Masyumi dengan adanya Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari yang ditunjuk sebagai Ketua Umum pertama. Setelah
Indonesia merdeka organisasi Masyumi merubah haluannya menjadi partai politik
pada 7 November 1945.
Partai Masyumi merupakan partai berbasis Islam yang
menampung anggota yang heterogen. Oleh karena itu tidak jarang terjadi gesekan
silang pendapat antara anggotanya. Hal ini pula yang membuat NU keluar dari
Masyumi pada tahun 1952. NU kecewa dengan kaum modernis Masyumi yang hanya menempatkan
para kyai NU sebagai sosok agamawan saja yang hanya mengerti masalah tentang
pesantren dan santri.
NU yang tidak terikat lagi perjanjian politik dengan Masyumi
membuat partai sendiri dengan nama Partai NU. Pada Pemilu legislatif tahun 1955,
Partai NU berhasil memperoleh suara terbanyak ketiga. Pada era Demokrasi
Terpimpin, NU berhasil menempatkan KH. Zainul Arifin sebagai ketua DPR-GR sebagai
upaya membendung PKI di parlemen.
Pemilu 1955 (Wikipedia) |
Pada pemilu tahun 1971 yang tidak diikuti oleh Masyumi
karena dibubarkan secara sepihak oleh Soekarno, Partai NU berhasil menjadi
lumbung basis suara umat Islam. Partai ini menempati urutan kedua perolehan
suara terbanyak dibawah Golkar. KH. Idham Chalid dari NU pun terpilih menjadi
ketua DPR.
Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1973
merubah kebijakan partai politik di Indonesia dengan memerintahkan fusi
(penggabungan) partai berbasis nasionalis dan Islam. Partai berbasis nasionalis
seperti PNI dan MURBA menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Sementara partai Islam seperti NU, PSII, Parmusi, dan lainnya bergabung
atas nama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan lambang Kakbah.
Banyaknya jamaah NU di seluruh pelosok Indonesia memang
sangat menguntungkan bagi suara partai bersangkutan. Namun, pada Muktamar NU di
Situbondo pada tahun 1984 memutuskan bahwa NU tidak akan terlibat lagi dalam
politik praktis.
Tumbangnya Orde Baru pada 1998 membawa angin segar bagi
demokrasi di Indonesia. Partai-partai baru bermunculan termasuk dari kalangan
NU sendiri. Hal ini terlihat pada tahun 1999 di bawah komando KH. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai wadah
perjuangan politik NU. PKB sebagai basis suara NU pun tidak terlalu solid karena
terjadinya konflik internal di dalamnya.
Sumber: Wikipedia I nu.or.id
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete