Belanda Memecah Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram Islam pernah
jaya pada masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah kepemimpinan
Sultan Agung, Kesultanan Mataram menjadi kekuatan besar di Pulau Jawa yang
berani menentang kedatangan VOC yang ingin menguasai bumi Mataram. Namun, pengaruh
Kesultanan Mataram sebagai penguasai bumi Mataram semakin melemah ketika silih
berganti kepemimpinan. Puncaknya Kesultanan Mataram Islam pecah menjadi dua
daerah kekuasaan yang dipimpin oleh Sunan Pakubuawana III di Surakarta dan
Pangeran Mangkubumi bergelar Sultan Hamengkubuwana I di Yogyakarta.
Pembagian daerah Mataram ini
menghasilkan dua kerajaan. Sunan Pakubuwana III memimpin Kasunanan Surakarta
Hadiningrat, sementara Sultan Hamengkubuwana I memimpin Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat.
Perpecahan ini memuncak ketika
terjadi perselisihan mengenai suksesor kepemimpinan Pakubuwana II. Raden Mas
Said menyatakan tahta kepemimpinan sudah sepantasnya diserahkan kepada dirinya.
Hal ini dikarenakan bahwa ayah dari Raden Mas Said yang bernama Arya
Mangkunegara merupakan putra sulung Amangkurat IV.
Seharusnya Arya Mangkunegara
menjadi penerus dari Amangkurat IV. Namun, lantaran Arya Mangkunegara mempunyai
watak anti-VOC maka ia digagalkan untuk menjadi penguasa Mataram dan diasingkan
ke Sri Lanka. VOC mengangkat Raden Mas Prabasuyasa dengan gelar Pakubuwana II.
Istana dan pusat pemerintahan dipindah oleh Pakubuwana II ke wilayah Surakarta.
Selain Raden Mas Said, saudara
kandung dari Pakubuwana II yang bernama Pangeran Mangkubumi juga merasa berhak
atas tahta tersebut. Oleh karena itu, Pangeran Mangkubumi menemui salah seorang
pejabat VOC di Semarang untuk membahas hal ini. Keinginan Pangeran Mangkubumi
untuk menjadi raja ditolak oleh pejabat VOC tersebut. Penolakan ini membuat
Pangeran Mangkubumi kesal. Ia pun memutuskan untuk tidak pulang ke istana,
lebih memilih untuk bergabung dengan pasukan Raden Mas Said untuk memberontak.
Dalam mempererat hubungannya
dengan Raden Mas Said, Pangeran Mangkubumi menikahkan putrinya, Raden Ayu Inten
dengan Raden Mas Said. Mereka lebih memilih menetap menjauh ke barat dari
wilayah Surakarta yang kelak menjadi wilayah bernama Yogyakarta.
Pasukan gabungan Raden Mas Said
dan Pangeran Mangkubumi berhasil membuat kewalahan pasukan Surakarta. Hingga
akhirnya Pakubuwana II sebagai penguasa Mataram di Surakarta sakit dan
meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia VOC memaksa Pakubuwana II untuk
menandatangani perjanjian yang menyatakan bahwa penerus raja ditentukan oleh VOC.
Kabar ini meninggalnya raja di Surakarta sampai juga ke telinga Pangeran
Mangkubumi.
Pangeran Mangkubumi bermodal
pengakuan pengikutnya mengangkat dirinya sebagai penerus Pakubuwana II sebagai
raja. Namun, hal ini ditolak begitu saja oleh VOC. Pihak VOC yang berwenang
menentukan penerus raja memilih putra Pakubuwana II yang bernama Raden Mas
Suryadi dengan gelar Pakubuwana III sebagai raja.
Alhasil terdapat dua kepemimpinan
yang memimpin di tanah Mataram, Pakubuwana III di Surakarta dan Pangeran
Mangkubumi di sebelah barat Surakarta. Pakubuwana III dibuat pusing oleh hal
ini terlebih perlawanan pemberontakan juga masih dilanjutkan. Mengatasi hal ini
VOC pun turun tangan dengan melancarkan politik devide et impera (politik adu domba).
VOC membayar seorang kerabat
keraton untuk ditugasi menghasut Raden Mas Said untuk tidak percaya kepada
Pangeran Mangkubumi yang akan berkhianat. Usaha ini berhasil dengan mulus,
Pasukan Raden Mas Said memutuskan memindah haluan untuk menjauh dari
Pangeran Mangkubumi.
Pada kesempatan lain VOC juga
memutus utusan untuk menemui Pangeran Mangkubumi. Utusan tersebut menawarkan
kepada Pangeran Mangkubumi sebuah janji jika menghentikan pemberontakannya. Janji
tersebut ialah berupa setengah wilayah Mataram yang dikuasai oleh Pakubuwana
III akan diberikan kepadanya.
Pangeran Mangkubumi pun melakukan pertemuan
pertama pada 22 Desember 1754 dengan Nicolaas Hartingh utusan dari VOC.
Hartingh menyatakan bahwa gelar susuhunan atau sunan yang sudah dipakai oleh Pakubuwana
III tidak dapat dipakai oleh Pangeran Mangkubumi jika kelak resmi menjadi raja.
Hal ini awalnya ditolak oleh Pangeran Mangkubumi . Karena tidak punya pilhan ia
pun merelakan gelar tersebut. Pertemuan diputuskan dilanjutkan pada 13 Februari 1755 di Desa Giyanti berdekatan dengan Salatiga.
Perjanjian yang dimotori oleh VOC
ini berhasil membubarkan negeri Mataram dengan memecahnya menjadi dua. Pangeran
Mangkubumi bergelar Sultan Hamengkubawana I resmi menjadi raja Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Sementara itu, Pakubuwana III yang sebelumnya menguasai wilayah
Mataram sepenuhnya hanya menyisakan wilayah Surakarta dengan nama Kasunanan Surakarta
Hadiningrat.
Berbeda dengan Pangeran Mangkubumi
yang sudah berdamai dengan VOC, Raden Mas Said masih melakukan perlawanan.
Perjuangan Raden Mas Said terhenti ketika ia diberi hak kekuasaan di sebelah
timur Kasunanan Surakarta. Atas dasar ini berdirilah Praja Mangkunegaran dengan
Raden Mas Said menjadi Adipati di wilayah tersebut dengan gelar Mangkunegara I.
Sumber: Tirto I Wikipedia
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete