Sultan Abdul Hamid II, Pertahankan Tanah Palestina
Sultan Abdul Hamid II naik tahta
memimpin Kekhalifahan Turki Utsmaniyah menggantikan saudaranya Sultan Murad V pada
tahun 1876. Keadaan Turki Utsmaniyah pada saat itu banyak mengalami masalah.
Sultan Abdul Hamid II berhadapan langsung dengan negara-negara Barat yang
mencoba meruntuhkan Turki Utsmaniyah.
Upaya untuk mengambil wilayah yang
masih dikuasai Turki Utsmanyah juga
dilakukan oleh jaringan Zionis Internasional. Mereka mencoba untuk merebut
tanah Palestina yang diketika itu di bawah kendali Turki Utsmaniyah. Perwakilan
Yahudi Rusia mencoba memintakan izin tinggal di Palestina kepada Sultan Abdul
Hamid II. Hal ini ditolak dengan tegas oleh sultan. “'Pemerintan Utsmaniyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang
ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina.”
Melihat gelagat ancaman dari kaum
Zionis, Sultan Hamid II mengeluarkan dua instruksi pada tanggal 7 Juli 1890.
Instruksi yang pertama ialah pelarangan bagi kerajaan-kerajaan Sasaniyah untuk
menerima orang-orang Yahudi. Yang kedua diperintahkan bagi para menteri untuk
melakukan studi, keputusan, dan tindakan terhadap masalah di instruksi pertama.
Upaya untuk megambil alih Tanah
Palestina semakin gencar dilakukan oleh tokoh Zionis Internasional yang bernama
Theodore Herzl. Herzl mencoba melobi negara-negara Eropa seperti Inggris,
Italia, dan Jerman untuk menjadi perantara komunikasi dengan Sultan Abdul Hamid
II. Saat itu, kekuasaan Turki Utsmaniyah di bawah kepemimpinan Sultan Abdul
Hamid II mengalami krisis ekonomi. Hal ini yang coba dimanfaatkan oleh Theodore
Herzl.
Herzl merencanakan pertemuan
dengan Sultan Hamid II untuk menyampaikan tawaran bantuan ekonomi. Ia lalu
mengutus pimpinan redaksi East Post,
Neolanski untuk menunnjukkan sebuah proposal dihadapan Sultan Hamid II.
Melalui Neolanski, Sultan Abdul
Hamid II berpesan kepadanya untuk menyampaikan pernyataan ini kepada Herzl. “Jika ia temanmu, maka nasehatilah agar ia
mengurusi masalah ini sama sekali. Aku tidak bisa menjual meskipun sejengkal
dari wilayah ini. Sebab tanah-tanah itu bukan milikku melainkan milik rakyatku.
Rakyatku telah mendapatkan negeri ini dengan pertumpahan darah, dan kemudian
menyiraminya juga dengan darahnya. Aku pun akan menyiraminya. Bahkan kami tidak
akan mengizinkan seoran pun merampoknya dari anda. Hendaklah orang-orang Yahudi
itu menyimpan jutaan uang mereka. Adapun pemerintahan ini runtuh, dan
terbagi-bagi, maka kaum Yahudi bisa mendapatkan tanah Palestina gratis. Kami
sungguh tidak akan pernah membagi pemerintahan negeri ini, kecuali setelah
melangkahi mayat-mayat kami. Aku tidak akan membaginya dengan tujuan apapun.”
Melihat keteguhan sikap Sultan
Abdul Hamid II yang tidak bisa diganggu gugat, kaum Zionis merumuskan strategi
baru pada gelaran Kongres Zionis di Basel, Swiss pada 29-31 Agustu 1897. Salah
satu hal yang dibahas pada kongres tersebut ialah mengenai penghancuran
kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
Pada tahun 1900 dilatarbelakangi
semakin licinnya pergerakan kaum Zionis maka Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan
keputusan pelarangan bagi peziarah Yahudi untuk tinggal di Palestina lebih dari
tiga bulan. Setahun kemudian Sultan Abdul Hamid II kembali mengeluarkan
keputusan berupa mengharamkan Tanah Palestina untuk dijual kepada orang-orang
Yahudi.
Tidak diam begitu saja Herzl
berniat untuk menemui Sultan Abdul Hamid II secara langsung untuk berbicara
empat mata. Mengetahui sulitnya bagi dirinya sebagai seorang Yahudi untuk melakukan
pergerakan di wilayah Turki Utsmaniyah maka ia mencoba untuk melobi pejabat-pejabat istana. Hasilnya ia dapat
dipertemukan secara langsung dengan Sultan Abdul Hamid II.
Total selama dua jam mereka
berbincang, Herzl mencoba merayu Sultan Abdul Hamid II dengan segelontoran uang
yang tidak sedikit. Herzl memberikan tawaran berikut, “Jika sultan memberikan Palestina kepada orang-orang Yahudi, kami akan
menanggung semua urusan ekonomi sultan di pundak kami. Sedangkan di benua
Eropa, maka sesungguhnya kami akan membangun sebuah peradaban yang akan
mengikis sema keterbelakangan. Kami akan tetap berada di seluruh benua Eropa
untuk menjaga eksistensi kami.”
Sultan Abdul Hamid II tetap pada
pendiriannya untuk tidak memberikan sejengkal tanah pun kepada kaum Zionis yang kelak
merusak harmonisasi agama di Tanah Palestina. Sulitnya mempengaruhi Sultan
Abdul Hamid II dengan segala rayuan harta ini tergambarkan dalam sebuah ucapan
Herzl.
“Sesungguhnya saya kehilangan harapan untuk merealisasikan keinginan
orang-orang Yahudi di Palestina. Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak akan
bisa masuk ke dalam tanah yang dijanjikan, selama Sultan Abdul Hamiid II masih
tetap berkuasa, dan duduk di atas kursinya.”
Dan semua hal yang dilakukan
Sultan Abdul Hamid II untuk menjaga Tanah Palestina sirna ketika kaum Zionis
berhasil mendirikan negara Yahudi yang bernama Israel pada tahun 1948. Dari
sinilah konflik bersenjata yang diprovokasi oleh Barat menenggelamkan keharmonisan
pemeluk agama di Tanah Palestina. #TetapMerdeka!
Sumber: Republika I wawasansejarah.com
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete