Syekh Abdussamad Al Falimbani, Ulama yang Anti Penjajah




Bagi kaum muslimin di daerah Kalimantan tidaklah asing lagi dengan Kitab Hidayatus Salikin. Kitab ini dikarang oleh ulama asal Palembang yang bernama Syekh Abdussamad Al Falimbani. Beliau bukan sekedar ulama yang hanya mengarang kitab tetapi juga ikut berjuang bersama rakyat untuk mengusir penjajah dalam mempertahankan agama dan tanah air.

Syekh Abddusamad Al Falimbani lahir di Palembang pada tahun 1704 M dengan nama lengkap Abdussamad bin Syekh Abdul Jalil berdasarkan Tarikh Salasilah Negeri Kedah. Ayah beliau bernama Syekh Abdul Jalil merupakan keturunan sayyid yang datang dari Yaman. Dari Yaman Syekh Abdul Jalil memutuskan untuk merantau hinggah berkelana ke India, Jawa, dan akhirnya sampai di Kedah. Di Kedah oleh penguasa setempat beliau diangkat menjadi qadi kesultanan. Pada tahun 1700, Syekh Abdul Jalil pergi ke Sumatera tepatnya di Palembang. Di sinilah beliau menikah dengan Radin Ranti dan melahirkan putera yang bernama Abdussamad Al Falimbani.

Pada versi lain disebutkan bahwa nama lengkap beliau adalah Syekh Abdussamad bin Abdurrahman bin Abdul Jalil yang berdasarkan sanad yang diriwayatkan oleh Musnidul-Hijaz al ‘Allamah Syekh Yasin bin Isa Al Fadani. Sementara menurut Prof. Azyumardi Azra nama lengkap beliau adalah Abdussamad bin Abdullah Al Jawi Al Falimbani.

Syekh Abdussamad Al Falimbani hidup sezaman dengan ulama besar lainnya dari Banjar yang bernama Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Mereka berdua bersama dengan Syekh Abdul Wahab Bugis dan Syekh Abdurrahman Al Batawi dikenal sebagai ‘Empat Serangkai dari Tanah Jawi’ ketika menuntut ilmu di Mekkah.

Empat serangkai ini berguru dengan beberapa ulama masyur di Mekkah seperti Syekh Athaillah dan Syekh Muhammad Sulaiman Al Kurdi. Sementara dalam bidang tasawuf mereka belajar dengan Syekh Muhammad bin Abdul Karim as Samman Al Madani dan menerima bai’at Tarekat Sammaniyah. Kelak Empat ulama serangkai ini menjadi tulang punggung penyebaran Tarekat Sammaniyah di Nusantara.

Setelah menuntut ilmu di Tanah Arab empat serangkai ulama ini pulang ke Nusantara dengan singgah terlebih dahulu ke Batavia (Jakarta). Dari Batavia ini mereka berpisah ke kampung halaman masing-masing termasuk Syekh Abdussamad Al Falimbani yang pulang ke Palembang.

Namun, sesampainya di Palembang Syekh Abdussamad Al Falimbani memutuskan untuk kembali ke Mekkah karena mendapati tanah airnya telah dikuasai oleh Penjajah Belanda. Sikap ini sebagai bukti bahwa beliau merupakan ulama yang cinta tanah air dan anti penjajah.

Walau dipisahkan jarak yang sangat jauh dari tanah kelahirannya, Syekh Abdussamad Al Falimbani tetap mengikuti perkembangan peperangan dan politik yang terjadi di seluruh Nusantara. Beliau juga peduli dengan nasib kaum muslim di Jawa, Kaliimantan, dan di Semenanjung Malaya.

Kepedulian beliau terhadap saudara-saudara muslim di Jawa yang dijajah Belanda dibuktikan dengan dikirimnya dua pucuk surat yang masing-masing dikirimkan kepada Sultan Hamengkubuwono I dan Pangeran Singosari putera Amangkurat IV. Syekh Abdussamad Al Falimbani berharap mereka terus-terusan memperjuangkan perlawanan sebagaimana Sultan Agung yang sangat anti terhadap VOC Belanda. Namun, sayang dua pucuk surat ini direbut oleh Belanda.

Untuk mengambil bagian lebih besar dalam perjuangan jihad umat Islam untuk mengusir penjajah, Syekh Abdussamad Al Falimbani memutuskan untuk turun ke medan perang. Beliau memilih untuk membantu umat muslim Pattani yang diserang habis-habisan oleh pasukan Siam (Thailand).

Setelah menyelesaikan kitab yang berjudul “Nasihat Untuk Kaum Muslimin dan Peringatan untuk Orang-orang yang Beriman, Tentang Kelebihan-Kelebihan Berjuang dan Kemuliaan Para Mujahidin di Jalan Allah”, Syekh Abdussamad AL Falimbani membulatkan tekad untuk berlayar ke Pattani, Thailand Selatan untuk membantu perjuangan umat Islam di sana. Terlebih lagi di Pattani terdapat sahabatnya yang bernama Syekh Daud bin Abdullah Al Fatani.

Kedatangan Syekh Abdussamad Al Falimbani ke Pattani agak terlambat karena pasukan Pattani sudah kewalahan menghadapi keganasan pasukan Siam. Sementara pasukan Syekh Daud bin Abdullah Fatani telah menarik pasukan menuju Pulau Duyung, Trengganu untuk menyusun kembali langkah-langkah yang diperlukan. Biar  begitu Syekh Abdussamad Al Falimbani tidak surut semangatnya untuk berjihad.

Hingga akhirnya masa perjuangan Syekh Abdussamad Al Falimbani berakhir karena beliau mati syahid pada 1244 H (1828 M) berdasarkan Tarikh Salasilah Negeri Kedah. Sementara itu, mengikuti keterangan dari Ustadz Haji Ismail bin Ishaq Benjasmit Al Fatani bahwa Syekh Abdussamad Al Falimbani ditangkap oleh tentara Siam dan dipancung sehingga kepala beliau dibawa ke Bangkok sementara badannya dimakamkan di Ban Terab, Mukim Cenong, daerah Cenak, wilayah Singgora, Thailand.

Adapun versi lain mengatakan bahwa Syekh Abdussamad Al Falimbani ketika pedang ditikam (dipancung) untuk membunuh beliau tidak dapat menembus jasad beliau. Akhirnya beliau disulur dengan besi tajam di punggung hingga mati dalam keadaan syahid lalu dipancung kepalanya. Wallahu a’lam

Sumber:   Republika   I   Wikipedia   I   "Sejarah Hidup Syekh Abdussamad Al Falimbani Rahimahullahu Taala" di Kitab Hidayatus Salikin terbitan Toko Buku DARUSSALAM YASIN

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel