Nahdlatul Ulama Yang Peduli Palestina
Kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia mempunyai
ciri khas tersendiri yaitu menjunjung tinggi solidaritas terhadap sesama.
Rakyat Indonesia mempunyai empati berlebih terhadap mereka yang mempunyai nasib
penderitaan yang sama. Hal ini pula yang ditunjukan terhadap rakyat Indonesia
terhadap nasib Palestina. Walau dipisahkan jarak yang sangat jauh bukanlah
menjadi penghalang putusnya informasi tentang kondisi Palestina yang akhirnya
terdengar di telinga rakyat Indonesia.
Kepedulian tingkat tinggi pernah
dilihatkan oleh ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU). NU menjadi penyuluh semangat
perjuangan pembebasan Palestina terhadap cengkraman penjajah Zionis. Pada
tahun 1938 NU mengeluarkan seruan terhadap ormas maupun partai Islam seperti
Muhammadiyah, Al Irsyad, Partai Sarekat Islam Indonesia dan lainnya untuk bahu
membahu membantu perjuangan rakyat Palestina. NU juga meminta agar ormas Islam
ini dapat bersikap tegas terhadap penjajah zionis
Cabang-cabang NU di seluruh
Indonesia pun digerakan. Mereka diinstruksikan untuk menjadikan tanggal 27
rajab menjadi acara ‘Pekan Rajabiyah’. Dalam acara ini peringatan Isra Miraj digabungkan dengan aksi
solidaritas untuk kemerdekaan Palestina. NU pula mempunyai usul akan dibuatnya
semacam penggalangan dana untuk Palestina
(Palestina Fonds).
Tidak berhenti sampai disitu, NU
juga menyerukan kepada seluruh anggotanya untuk melaksanakan Qunut Nazilah. Pemerintah Belanda
akhirnya bereaksi dengan apa yang sudah dilakukan NU. Belanda lewat Hoofd Parket (Kejaksaan Agung) memanggil
seorang tokoh NU, KH. Mahfudz Shiddiq. Belanda memutuskan pelarangan terhadap
aksi ‘Pekan Rajabiyah’ dan Qunut Nazilah.
Untuk Qunut Nazilah, Belanda berdalih bahwa doa tersebut terselip kata-kata
menghina golongan tertentu.
Pada Muktamar NU ke-14 Hadratussyaikh
Hasyim Asy’ari merespon tuduhan Belanda terhadap Qunut Nazilah. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari ketika itu berpidato
dalam bahasa Arab mengatakan bahwa di Qunut
Nazilah terselip kewajiban solidaritas solidaritas sesama umat Islam dan
perintah Nabi Besar Muhammad SAW, kepada umatnya setiap menghadapi bencana.
Perkumpulan pemuda Islam (Jong Islamieten Bond) yang digerakkan
oleh Mohammad Natsir, Kasman Singodimedjo, Samsurizal dan juga lainnya juga
melakukan pembelaan terhadap Palestina. Mereka bekerja sama dengan Jamiat Al
Khair di Mesir menyatakan ketidaksetujuan terhadap tembok ratapan di Al Aqsa. Mereka
berpendapat bahwa hal ini menjadi ancaman bagi Masjid Al Aqsa.
Mohammad Natsir pada tahun 1941 bahkan
mengkritik perjanjian Balfour secara terang-terangan. “Djanji Balfour tidak memberi penjelesaian; ia hanja menimbulkan soal,
jang berkehendak kepada penjelasan. Lebih-lebih disaat ini, di saat berbagai
basa jang beragama Islam turut berdjuang disamping Negara Serikat, di saat blok
bangsa Arab penuh Simpati terhadap pihak serikat-, sungguh bukan suatu
perbuatan bidjaksana, apabila orang merajakan 24 tahun lahirnja ‘Balfour
Declaration’, jang oleh milliunan bangsa-bangsa jang beragama Islam terasa
sebagai duri dalam daging itu.” tegas
Mohammad Natsir.
Sumber: jejakislam.net
Comments
Post a Comment