Mengingat Panglima Wangkang
Masih begitu banyak pejuang-pejuang Kalimantan yang namanya
tenggelam begitu saja. Mereka yang sudah mempertaruhkan jiwa dan raga demi
tanah air tercinta hilang begitu saja tanpa dikenang. Hal ini pula yang terjadi pada
pejuang-pejuang dari suku Dayak. Tidak banyak yang tahu bahwa pejuang-pejuang
dari suku Dayak juga ikut bergabung dengan suku Banjar dalam Perang Banjar
Barito. Salah satu pejuang dari suku Dayak tersebut ialah Panglima Wangkang.
Panglima Wangkang berasal dari Marabahan. Ia merupakan anak
dari Pambakal Kendet yang merupakan pemimpin suku Dayak Bakumpai. Sementara
ibunya bernama Ulan yang masih berdarah suku Banjar. Pambakal Kendet diberi
amanat oleh Sultan Sulaiman dari Kesultanan Banjar untuk menjadi pambakal di
wilayah pesisir Barito.
Hasrat penjajah Belanda untuk masuk ke wilayah pesisir
Barito ditentang habis-habisan oleh Pambakal Kendet. Namun, sayang pada Februari
1825, Pambakal Kendet dan pasukannya kalah dan mendapat hukuman mati di Benteng
Tatas (sekarang Masjid Sabilal Muhtadin).
"Dari informasi
ZA Maulani, kepala Kendet masih disimpan di museum Belanda," ujar Ahmad
Baidawi, keturunan generasi keempat. Jenderal ZA Maulani merupakan tokoh
militer dan kepala BIN pada Kabinet Reformasi Pembangunan .
Meneruskan perjuangan ayahnya Panglima Wangkang bekerjasama
dengan pasukan Tumenggung Surapati dan Pangeran Antasari. Panglima Wangkang
sebagai pemimpin perlawanan suku Dayak Bakumpai berhasil membuat kewalahan
pasukan Belanda.
Hal ini terlihat pada tulisan Helius Sjamsuddin di buku
Wangkang Sang Hulubalang, “Belanda di
Marabahan berada dalam posisi sulit. Sebenarnya bahaya datangnya lebih serius
berasal dari orang Bakumpai dari pada orang-orang Murung. Benteng Marabahan
juga harus dipertahankan menghadapi serangan, dan oleh sebab itu Residen
meminta bantuan tambahan militer.” Pernyataan
itu bersumber dari Surat Tiedtke kepada Letnan Kolonel Schultze: Banjarmasin,
10 Oktober 1870, dalam Verbaal, 25-1-1871 No. 33/95.
Selanjutnya, “Letnan
Kolonel Schultze dalam suratnya ke Batavia mengakui pengaruh Wangkang sangat
kuat, sementara Residen Tiedtke terutama begitu lemah dan menghadapinya dan
situasi politik keresidenan secara umum menakutkan.” Pernyataan ini
bersumber dari Surat Letnan Kolonel Schultze kepada Panglima Tentara di
Batavia: Banjarmasin, 12 Oktober 1870, dalam Verbaal, 25-1-1871 No. 33/95.
Berdasarkan bukti sejarah ini dapat dipastikan besarnya
pengaruh Panglima Wangkan dalam perjuangan rakyat Dayak Bakumpai. Selain
sebagai panglima perang, Panglima Wangkang juga melakukan siasat politik yang
membuat takut keresidenan Belanda. Berdasarkan cerita yang melegenda Panglima
Wangkang dikenal oleh Belanda sebagai pejuang yang lihai meloloskan diri dari
rentetan peluru.
Kesulitan ini membuat Belanda mencari titik lemah Panglima
Wangkang. Hasilnya didapati kelemahan dari Panglima Wangkang yang informasinya
diperoleh dari keluarganya sendiri. “Keponakan
Wangkang yang membocorkan, namanya siapa wallahualam.” Jelas Ahmad Baidawi
Panglima Wangkang hanya dapat ditaklukkan dengan peluru emas.
Peluru tersebut sebelumnya didiamkan di periuk nasi. Ketika nasi tanak barulah
peluru diangkat. “Lalu ditembakkan ke
titik antara dua alis mata. Itulah rahasia pemati Wangkang.” Bebernya.
Sumber: kalsel.prokal.co I baritobasin.wordpress.com
Comments
Post a Comment