Benteng Madang Tidak Pernah Takluk
Perang Banjar merupakan rangkaian peristiwa perlawanan
rakyat Banjar dan Dayak di Kalimantan melawan penjajah Belanda. Salah satu
peristiwa penting dalam episode Perang Banjar ini adalah pertempuran di Desa
Madang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Di desa ini dibangun sebuah benteng
pertahanan oleh para pejuang yang dipimpin oleh Tumenggung Antaludin.
Pembangunan benteng ini merupakan permintaan langsung dari Pangeran Antasari
dan Demang Lehman.
Benteng ini dibangun di Gunung Madang yang masih merupakan
bagian dari jejeran Pengunungan Meratus. Gunung Madang merupakan tempat
strategis untuk membuat benteng pertahanan karena dari gunung tersebut para
pejuang dengan mudah memantau daerah sekitar dari ketinggian. Selain itu,
rimbunnya pohon, bambu serta semak belukar membuat kesulitan bagi musuh yang
tidak mengetahui medan perang secara pasti.
Benteng Madang dibangun dari bahan kayu madang yang
sekelilingnya dibuat pagar hidup dari pohon bambu dengan luas kurang lebih 400
m2. Benteng ini dibuat bertingkat dua sehingga memudahkan proses
pengintaian terhadap musuh. Pohon rimbun yang tumbuh di sekitar benteng membuat
daerah ini gelap pada siang hari yang membuat sulit musuh untuk tahu lebih
dalam keadaan Benteng Madang. Selain itu, para pejuang juga membuat jalan
rahasia untuk keluar dari benteng ini.
Di kaki gunung ini terdapat aliran-aliran sungai yang
tepinya banyak ditumbuhi ilalang dan pohon bambu. Terdapat titian-titian
(jembatan yang jika dilalui bergerak) untuk penyeberangan yang dibawahnya sudah
dipasang benda-benda tajam. Akibatnya jika musuh terjatuh ke bawah tidak jarang
mengakibatkan kematian. Masyarakat sekitar menyebut titian ini dengan nama
“Jembatan Serongga”.
Tanggal 3 September 1860 Belanda melancarkan serangan
mendadak ke Benteng Madang. Pasukan infantry Belanda bergerak dari Benteng
Amawang melewati Desa Karang Jawa dan Desa Ambarai untuk menuju ke Benteng
Madang.
Ketika baru mendekati mendekati pegunungan Madang pasukan
Belanda terkejut karena adanya serangan mendadak. Serangan mengakibatkan
beberapa tentara Belanda tewas di tempat. Walaupun beberapa tentaranya sudah
ada yang tewas, Belanda tetap mencoba untuk merangsek masuk ke Benteng Madang.
Alhasil, mereka kembali disambut oleh serangan beruntun dari pasukan Tumenggung
Antaludin. Belanda pun memutuskan untuk menjauh dari benteng tersebut dan
memutuskan untuk kembali ke Benteng Amawang.
Perlawanan dilanjutkan, Belanda menurunkan pasukan infantry
dari batalyon ke-13 untuk melakukan serangan kedua yang dipimpin oleh Letnan De
Brouw dan Sersan De Varies. Tanggal 4 September 1860, Belanda membawa pasukan
dengan persenjataan mortir beserta berpuluh-puluh narapidana yang membawa
perlengkapan perang sekaligus dimanfaatkan sebagai umpan dalam peperangan.
Belanda memulai penyerangan tersebut dengan melemparkan 3
granat. Balasan spontan datang dari dalam benteng dengan dilancarkannya
tembakan. Ketika peperangan berlangsung terjadi masalah pada pasukan Belanda.
Pasukan bumiputera yang sebelumnya direkrut oleh Belanda membangkang dan
melakukan perlawan terhadap Belanda. Pasukan Tumenggung Antaludin kembali
berhasil memukul mundur Belanda setelah Letnan De Brouw tertembak di paha.
Mereka kembali pulang dengan kekalahan dan menuju Benteng Amawang.
Dua kali kekalahan beruntun ini membuat Belanda harus
memutar otak kembali. Mereka memutuskan untuk meminta bantuan pasukan di
Banjarmasin dan Amuntai. Penyerangan ke Benteng Madang dilakukan kembali pada
tanggal 13 September 1860.
Pada pertempuran ini pasukan Belanda yang dipimpin oleh
Kapten Koch berhasil mendekati Benteng Madang dan terjadi pertempuran jarak
dekat. Namun, pasukan Tumenggung Antaludin dan dibantu dengan Demang Lehman
masih terlalu tangguh bagi Belanda. Meriam-meriam milik Belanda tidak berfungsi
dengan semestinya karena terkena tembakan pada roda-roda meriam tersebut.
Kapten Koch bersama pasukannya memutuskan untuk mundur dari
pertempuran dan langsung menuju Benteng Amawang. Ini merupakan kekalahan paling
memilukan bagi Belanda sebab berita nya menyebar sampai ke Banjarmasin.
Belanda memutuskan kembali untuk menyerang Benteng Madang
pada tanggal 18 September 1860. Kali ini pasukan Belanda yang diantaranya
terdiri dari Kapten Koch dan Letnan Verspyck dipimpin oleh Mayor Schuak dengan
membawa pasukan infantry batalyon ke-13. Pasukan Belanda ini dilengkapi dengan heuwitser, sebuah meriam berat dan
mortir. Pertempuran dimulai oleh Demang Lehman yang menyambut pasukan Belanda
dengan tembakan. Letnan Verspyck dengan beraninya berhasil mendekati Benteng
Madang. Namun, perlawanan dari pasukan Tumenggung Antaludin berhasil menembak
beberapa pasukan Letnan Verspyck.
Kapten Koch memerintahkan pasukan meriam untuk lebih maju
dalam pertempuran tersebut. Dengan jitu pasukan Tumenggung Antaludin menembaki
pasukan meriam tersebut. Lalu, Kapten Koch mencoba memajukan pasukan infantry
untuk melawan serangan. Perlawanan ini gagal juga setelah Kapten Koch tertembak
di dada dan jatuh tersungkur. Pasukan Belanda dengan segera menggotong tubuh
Kapten Koch dan meninggalkan pertempuran. Mereka kembali menuju Benteng
Amawang.
Kekalahan demi kekalahan yang ini membuat Belanda merencanakan
serangan besar-besaran ke Benteng Madang. Tumenggung Antaludin dan Demang
Lehman yang memunyai firasat demikian juga mempersiapkan taktik dan strategi
untuk meredam pasukan Belanda. Pasukan Tumenggung Antaludin dan Demang Lehman
juga mendapatkan bantuan dari Kiai Cakrawati yang bernama asli Galuh Sarinah
dari Gunung Pamaton. Kiai Cakrawati merupakan seorang pahlawan wanita yang ikut
berperang membela Banua Banjar dengan ciri khas menunggangi kuda putih.
Tanggal 22 September 1860 Belanda kembali melancarkan
serangan ke Benteng Madang. Pasukan Belanda dilengkapi dengan bidak-bidak dan
perlindungan pasukan penembak meriam dengan cara mengepung Benteng Madang.
Pertempuran dimulai pada esok harinya yang dimulai dengan
tembakan meriam dan lemparan granat. Pertempuran ini berlangsung hingga malam
hari. Keadaan malam yang gelap gulita dan meneganggkan dimanfaatkan oleh
pasukan Tumenggung Antaludin, Demang Lehman dan Kiai Cakrawati untuk keluar
dari benteng. Hal ini diputuskan karena taktik gerilya para pejuang Banjar yang
berpindah-pindah tempat. Karena jika pasukan Tumenggung Antaludin dapat
ditaklukan maka dengan mudah Belanda memusatkan perlawanan terhadap Pasukan
Pangeran Antasari.
Tanpa mengetahui apa yang terjadi Belanda dengan hati-hati
memasuki Benteng Madang yang sudah ditinggalkan oleh para pejuang Banjar.
Ketika sampai betapa kecewanya mereka mendapati benteng ini kosong dan hanya
menyisakan satu mayat yang ditinggalkan. Dengan penuh amarah Belanda membakar
habis Benteng Madang hingga habis tidak bersisa.
Sumber: ramlinawawiutun.blogspot.com
Comments
Post a Comment