Malam di Banjarbaru


Nama Amandit sering disebut dalam senyapnya malam yang penuh aroma rindu.

Masih belia usianya diajak memecah sinar mentari
Lambaian angin menyapa mereka dengan santun
Menikmati perjalanan hingga tak terasa tujuan di depan mata
Syair manisnya tanah ini dirasa ketika lewat di gerbang kota

Kira-kira tahun 1960 penyair Darmannsyah Zauhidie mendokumentasikan indahnya kota ini dalam bentuk puisi. Romantisme Roma dan Paris juga dirasa ketika angin malam membuat gemercing dahan pohon bernyanyi di kota ini. Lampu kota di Lapangan Lambung Mangkurat bagaikan menjadi kawan setia bagi sinarnya rembulan yang merangkul kota.

Boleh lah kiranya kita merindu. Ketika masih kecil belia diajak oleh kedua orangtua menuju kota ini. Suasananya masih sama walau zaman terus berubah. Pohon rindang dipinggiran jalan tempat kami berteduh dahulu masih  rimbun. Jalan yang biasa kami seberangi masih ramai dengan klakson- klakson mobil.

Kandangan tidak akan berubah. Sama seperti dahulu. Dan Hamandit tetap riang ketika kita menyapanya dan menjaganya.

Banjarbaru, 31 Januari 2020

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel