Habib Ali Al Habsyi, Pengarang Maulid Simtudduror
Kitab Maulid Simtudduror begitu masyur dikalangan umat Islam
Indonesia. Kitab yang mengisahkan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW menjadi
bacaan rutin bagi sebagian umat Islam. Seperti di Sekumpul, Kalimantan Selatan
yang setiap malam Senin diadakan pembacaan maulid ini. Mushalla Ar-Raudhah
Sekumpul selalu dipenuhi jamaah yang meluber hingga keluar regol. Suasana
Sekumpul yang dipenuhi jamaah setiap malam Senin menjadi pemandangan umum bagi
masyarakt sekitar. Puncaknya ialah ketika peringatan Haul Tuan Guru Sekumpul
yang diisi dengan pembacaan Maulid Simtudduror. Jamaah semakin membludak hingga
ke kota sebelah Banjarbaru.
Dibalik masyurnya Maulid Simtudduror terlekat nama Habib Ali
bin Muhammad Al Habsyi. Beliau merupakan pengarang kitab maulid tersebut. Habib
Ali Al Habsyi lahir di Qosam, Hadramaut pada 24 Syawal 1259 H (1839 M). Ayah
beliau Habib Muhammad bin Husein Al Habsyi merupakan ulama Masyur yang menjadi
mufti Haramain pada masanya. Sementara, ibunda beliau bernama Habibah Alawiyah
binti Husein bin Ahmad Al Hadi Al Jufri. Ibunda dari Habib Ali juga melakukan
dakwah dan mengajar kepada masyarakat.
Ketika usia Habib Ali Al Habsyi menginjak 7 tahun ayah
beliau memutuskan untuk hijrah ke Mekkah dengan membawa ketiga anaknya, Habib
Abdullah, Habib Ahmad, dan Habib Husein sementara Habib Ali tetap tinggal di
Hadramaut. Hijrahnya ayah Habib Ali merupakan perintah dari Syekh Futh beliau
yaitu Habib Abdullah bin Husein bin Tohir. Empat tahun berselang ketika usia
Habib Ali Al Habsyi 11 tahun oleh ibunda beliau diajak pindah ke Seiwun. Di
Seiwun Habib Ali Al Habsyi memperdalam ilmu fiqih dan ilmu-ilmu lainnya, sesuai
dengan perintah Habib Umar bin Hasan bin Abdullah Al Haddad.
Dalam perjalanan ke Seiwun tersebut Habib Ali Al Habsyi
menyempatkan diri untuk singgah ke rumah Habib Abdullah bin Husein bin Tohir.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Habib Ali Al Habsyi untuk menelaah kitab,
ijazah, dan ilbas.
Ketika usia beliau menginjak 17 tahun, beliau pergi ke
Mekkah atas perintah ayahanda beliau. Di Mekkah Habib Ali Al Habsyi tinggal
selama dua tahun untuk memperdalam ilmu agama. Setelah memanfaatkan waktu
selama dua tahun tersebut maka Habib Ali Al Habsyi kembali ke Seiwun sebagai
seorang yang Alim dan ahli dalam pendidikan. Kembalinya Habib Ali Al Habsyi ke
Seiwun juga atas perintah ayah beliau untuk menikahkan adiknya yang bernama
Aminah dengan Sayyid Alwi bin Ahmad Assegaf yang merupakan murid ayah Habib Ali
Al Habsyi.
Habib Ali Al Habsyi menjalankan aktivitas rutin di Seiwun
dengan mengajar kepada masyarakat sekitar. Walau sudah dikenal sebagai guru
agama di Seiwun Habib Ali Al Habsyi tetap haus akan ilmu agama. Beliau sering
pergi ke Tarim untuk menuntut ilmu dari guru-guru mulia di sana. Diantara guru beliau
ialah Habib Abu Bakar bin Abdullah Al Attas.
Perjumpaan Habib Ali Al Habsyi dan Habib Abu Bakar memberi
kesan yang indah bagi Habib Ali Al Habsyi. Terlihat sekujur tubuh Habib Abu
Bakar bercahaya bagaikan malaikat. “Lelaki
ini malaikat atau manusia?” kata Habib Ali Al Habsyi dalam hati.
Pernah suatu ketika Habib Ali Al Habsyi begitu rindu dengan
gurunya tersebut. Beliau pun pergi ke Ghurfah untuk menemui Habib Abu Bakar
yang sedang bertamu di rumah salah seorang kenalannya. “Tambahlah hidangan siang untuk Ali bin Muhammad Al Habsyi. Sebentar
lagi ia datang kemari. Ia tidak mampu berpisah terlalu dariku.” kata Habib
Abu Bakar kepada tuan rumah.
Ketika Habib Ali Al Habsyi sampai di rumah tersebut, si tuan
rumah menyambutnya dan memberitahu bahwa Habib Abu Bakar telah mengkasyaf kedatangan
beliau.
“Ucapan kaum Sholihin
cukup sebagai pengganti makanan selama sebulan. Jika mendengar Habib Abu Bakar
berceramah, rasanya aku tidak membutuhkan makanan lagi. Seandainya beliau
menyampaikan ilmunya selama sebulan, maka aku akan menjadikan ucapannya sebagai
santapanku. Bukankah tujuan memberi makan jasad adalah ruh, padahal ucapan
beliau ini adalah santapan ruh langsung. Alangkah baiknya membicarakan ilmu
dengan seorang yang ahli dan mampu menerangkannya dengan baik. Habib Abu Bakar
jika menerangkan suatu ilmu kepada kami, dari kedua bibirnya meluncur ilmu-ilmu
yang segera melekat di hati kami; seperti air dingin bagi orang yang sedang
kehausan. Jika duduk bersama beliau, aku selalu berharap agar majelis itu tidak
akan berakhir, walau selama sebulan. Saat itu, rasanya aku tidak menginginkan
lagi kenikmatan duniawi, aku tidak merasa lapar atau haus.” kata Habib Ali
Al Habsyi.
Sebagai seorang guru dari Habib Ali Al Habsyi, beliau pernah
berkata. “Tidak mencintaiku kecuali orang
yang berbahagia (sai’id). Tidak mencintaiku kecuali seorang yang saleh. Aku,
para sahabatku dan orang-orang yang mencintaiku kelak di hari kiamat berada
dalam naungan Arsy. Wahai anakku, ketahuilah, aku mengetahui semua wali yang
ada di timur dan di barat. Aku belajar kepada mereka semua. Kadang kala aku
memberitahu seseorang bahwa dia adalah seorang wali karena dia sendiri tidak
menyadarinya, Ya, Ali. Sesungguhnya aku telah memeliharamu sejak kau berada
dalam sulbi ayahmu.” kata Habib Abu Bakar.
Ketika pergi ke Mekkah, Habib Abu Bakar menemui ayah dari
Habib Ali Al Habsyi. Ayah beliau mengutarakan kegembiraannya jikalau Habib Ali
Al Habsyi ingin tinggal bersamanya di Mekkah kepada Habib Abu Bakar. Lalu,
Habib Abu Bakar mengatakan bahwa Habib Ali Al Habsyi akan memperoleh Ahwal yang
besar dan manfaat yang banyak selama di Hadramaut. Mendengar penjelasan
tersebut maka menjadi tenang hati ayah Habib Ali Al Habsyi.
Pada usia 37 tahun Habib Ali Al Habsyi membangun Ribath (pondok
pesantran) di Seiwun, Hadramaut. “Ribath
ini kudirikan dengan niat-niat yang baik, dan Ribath ini menyimpan rahasia
(sir) yang besar. Ribath ini menyadarkan mereka yang lalai dan membangunkan
mereka yang tertidur. Berapa banyak faqih yang telah dihasilkannya, berapa
banyak orang alim yang telah diluluskannya. Ribath ini merubah orang yang tidak
mengerti apa-apa menjadi orang yang alim.”
Setelah membangun Ribath, Habib Ali Al Habsyi membangun
sebuah masjid pada usia 44 tahun. Masjid yang beliau bangun bernama Masjid
Riyadh. Beliau bahkan pernah menggubah syair tentang Masjid Riyadh ini.
Inilah Riyadh, ini pula
sungai-sungainya yang mengalir
Yang memakmurkan
mereguk segar airnya
Yang bermukim tercapai
tujuannya
Yang berkunjung
terkabul keinginannya
Masjid ini dibangun di
atas tujuan yang shahih
Maka tampaklah
hasilnya
Habib Ali Al Habsyi pernah berkata. “Dalam Masjid Riyadh terdapat cahaya rahasia dan keberkahan Nabi
Muhammad SAW.” Selain itu Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi juga pernah
berkata. “Berkata penggubah syair, lembah
kebaikan telah penuh. Siapa ingin hajatnya terkabul beri’tikaflah di sekitar
Riyadh”
Habib Ali Al Habsyi wafat pada hari Ahad 20 Rabiuts tsani
1333H (1913 M). Beliau dimakamkan di sebesalah barat Masjid Riyadh. Sebelum wafat
Habib Ali Al Habsyi berwasiat mengenai penggantinya. “Kalian jangan mengkhawatirkan anakku Muhammad. Pada dirinya terletak
khilafah zhâhir dan bâthin. Semoga Allâh menjadikan dia dan saudara-saudaranya
penyejuk hati, semoga mereka dapat memakmurkan ribâth dan Masjid Riyâdh dengan
ilmu dan amal, semoga Allâh menjadikan mereka sebagai teladan dalam setiap
kebajikan, dan semoga Allâh memberi mereka keturunan yang saleh serta menjaga
mereka dari berbagai fitnah zaman dan teman-teman yang buruk.”
Sumber: habibnovel.com
Comments
Post a Comment