Revolusi Prancis, Perlawanan dari Rakyat


Pada akhir abad ke- 18 Prancis digoncang revolusi besar-besaran dari rakyatnya. Revolusi ini berhasil menumbangkan kekuasaan monarki absolut di Prancis. Rakyat Prancis membawa semboyan  liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan) pada setiap aksinya.

 

Ketika Louis XVI naik tahta menjadi raja Prancis ia dihadapi krisis keuangan yang begitu parah. Pengeluaran negara ketika itu tidak sebanding dengan pemasukan negara yang mengakibatkan negara dalam ambang kebangkrutan. Penyebab utama krisis ini ialah keterlibatan Prancis dalam The Seven Year’s War dan Perang Revolusi Amerika. Raja Louis XVI mengambil langkah dengan memecat menteri keuangan saat itu. Ia memilih seorang yang berasal dari Jenewa bernama Jacques Necker untuk menyelamatkan Prancis dari krisis.

 

Untuk mengatasi ini Raja Louis XVI memanggil Etats-Généraux (wakil rakyat dari tiga golongan) untuk mengadakan pertemuan. Golongan ini dibagi menjadi tiga états yaitu bangsawan (états satu), pendeta (états dua), dan rakyat biasa (états ketiga). Tiga états ini menyampaikan aspirasinya mengenai kondisi yang mereka rasakan terhadap krisis yang sedang berlangsung.

 

Pertemuan di Etats-Généraux tidak membawa dampak yang signifikan. Etats ketiga berpendapat bahwa pertemuan tersebut tidak banyak menyerap aspirasi dari mereka. Sebagai bentuk perlawanan mereka membantuk Majelis Nasional.

 

Majelis Nasional biasa mengadakan pertemuan di Salle des États. Mengetahui ancaman yang akan ditimbulkan oleh Majelis Nasional maka Raja Louis XVI memerintahkan penutupan Salle des États. Pertemuanpun dipindahkan ke tempat lain yaitu di sebuah lapangan tenis yang berdekatan dengan Istana Versailles. Pada tanggal 20 Juni 1789 mereka yang tergabung dalam Majelis Nasional bersumpah untuk tidak berpisah sampai perjuangan untuk membuat konstitusi baru terwujud. Konstitusi ini akan membatasi kekuasaan raja.

 

Pihak kerajaan merespon tindakan yang dilakukan oleh Majelis Nasional dengan menerjunkan pasukan militer seantero Paris dan Versailles. Mayoritas rakyat memihak kepada Majelis Nasional yang sudah muak dengan tindakan sewenang-wenang dari raja.

 

Jacques Necker melihat bahwa sistem pajak di Prancis sangatlah tidak adil. Masyarakat kelas bawah dibebankan pajak yang sangat besar dibanding para bangsawan dan pendeta. Ia menyarankan agar mengurangi pembebasan pajak terhadap para bangsawan dan pendeta. Namun usulan Jacques Necker tidak mendapat respon positif dari pihak penguasa.

 

Ratu Marie Antoinette begitu menentang saran dari Jacques Necker. Hal ini sejalan dengan kehidupan dari Ratu Marie Antoinette yang hidup boros dan mewah. Bahkan ia dijuluki madamme deficit akibat tindakannya tersebut ditengah krisis keuangan Prancis yang makin menambah defisit uang negara.

 

Jacques Necker dituduh oleh keluarga kerajaan telah memalsukan opini publik. Ratu Marie Antoinette dan Comte d'Artois adik raja mendesak agar Raja Louis XVI segera memecat Jacques Necker. Tidak peduli dengan segala macam tuduhan yang dihadapinya Jacques Necker malah membuat langkah yang menghebohkan. Ia menerbitkan laporan keuangan pemerintahan ke publik yang menunjukan defisit sebesar 36 juta livre.

 

Tindakan ini membuat keluarga kerajaan semakin geram terhadapnya. Ia lalu dipecat dan digantikan oleh Charles Alexandre de Calonne. Pergantian ini merupakan salah satu bukti betapa besarnya kuasa bangsawan-bangsawan yang menduduki kursi kerajaan di Prancis.

 

Pemecatan Jacques Necker terjadi pada 11 Juli 1789. Sehari berselang kabar menyebar ke telinga rakyat. Camille Desmoulins seorang wartawan berorator pada 12 Juli 1789 untuk membakar semangat rakyat melakukan revolusi. Ia juga menghasut agar rakyat Prancis melakukan serbuan ke penjara Bastille.

 

Pada 14 Juli 1789 rakyat Prancis menyerbu penjara Bastille. Sebuah penjara yang menjadi saksi betapa berkuasanya Raja Louis XVI karena orang-orang yang menentang raja akan dipenjara di tempat tersebut. Dari sinilah kekuasaan Raja Louis XVI sirna di tangan rakyat. Kerajaan yang dibangun dengan tangan besi runtuh lewat sebuah revolusi rakyat. Raja yang pernah berkata “I’etat c’est moi” yang berarti “Negara adalah saya” diakhir hayatnya berakhir tragis. Ia bersama istrinya ditangkap dan dieksekusi mati pada Januari 1793.

 

Sumber:   Wikipedia   I   kumparan.com/potongan-nostalgia


Comments

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel