Dasar Negara Islam dalam Sidang BPUPKI
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) mulai bersidang pada tanggal 28 Mei 1945. Salah satu hal yang akan
dibahas oleh anggota BPUPKI adalah mengenai dasar negara Indonesia. Pada sidang
ini terdapat dua kubu yang berseberangan dalam menentukan dasar negara. Kubu nasionalis
Islam dan nasionalis sekuler. Hal ini dapat dilihat dari pidato Soepomo.
“Memang disini terlihat
ada dua faham, ialah: paham dari anggota-anggota ahli agama, yang menganjurkan
supaya Indonesia didirikan Negara Islam, dan anjuran lain, sebagai telah
dianjurkan oleh Tuan Moh. Hatta, ialah negara persatuan nasional yang
memisahkan urusan negara dan urusan Islam, dengan lain perkataan : bukan negara
Islam.”
Selama ini yang sering didengar adalah pidato dari M. Yamin,
Soepomo, dan Soekarno mengenai dasar negara pada sidang tersebut. Sedikit sekali
yang tahu bahwa dari golongan nasionalis islam juga diberi kesempatan untuk
berpidato yang diwakilkan oleh Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah.
Pidato dari Ki Bagus Hadikusumo ini disimpan oleh anaknya
yang bernama Djarnawi Hadikusumo yang kemudian dibukukan dalam judul Islam Sebagai Dasar Negara. Di awal isi pidatonya
Ki Bagus Hadikusumo menyampaikan mengenai kehidupan manusia yang hidup
bermasyarakat. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan manusia lainnya.
Lalu, Allah mengirimkan para Nabi untuk membimbing dan memimpin
umat. Dari dasar inilah Ki Bagus Hadikusumo berpendapat bahwa wakil rakyat
harus dapat bersikap seperti para pewaris Nabi. Wakil rakyat haruslah memiliki
sifat ikhlas dan menjauhkan diri dari sifat tamak maupun mementingkan diri
sendiri atau golongan.
Ki Bagus Hadikusumo mengerti dengan keadaan sidang tersebut
yang begitu penting untuk kehidupan bernegara Indonesia kelak. Sebab itulah
sidang berjalan sangat alot diantara kedua kubu tersebut. Maka pada pertengahan
pidatonya Ki Bagus Hadikusumo mendoakan kebaikan kepada seluruh anggota yang
bersidang.
“Ya Allah berikan kami
petunjuk ke jalan yang benar, yaitu jalan yang telah engkau beri nikmat dan
bukan jalan orang-orang yang engkau murkai, bukan pula jalan orang-orang yang
sesat.”
Ki Bagus Hadikusumo berpendapat bahwa dalam membentuk negara
haruslah berpedoman kepada agama. “Bagaimanakah
dan dengan pedoman apakah para Nabi itu mengajar dan memimpin umatnya dalam
menyusun negara dan masyakarat yang baik? Baiklah saya terangkan dengan tegas
dan jelas, ialah dengan bersendi ajaran agama.” jelas Ki Bagus Hadikusumo.
Dalam kehidupan rakyat dalam bernegara Ki Bagus Hadikusumo
juga mengutarakan konsep dalam Islam yaitu Iman, ibadah kepada Allah, amal
sholeh dan berjihad di Jalan Allah. Menurut beliau jika seluruh rakyat memiliki
ajaran ini maka negara akan sentausa, bahagia, makmur dan sejahtera.
Dasar negara yang berdasarkan agama inilah yang
diperjuangkan oleh Ki Bagus Hadikusumo. “…bangunkanlah
negara diatas ajaran Islam.”
Menurut Ki Bagus Hadikusumo agama bukanlah sumber
perpecahan. Ini sebagai argumen kepada para anggota sidang yang takut dan
sedikit berhati-hati jika hendak membentangkan agama. Menurut beliau jika
segala sesuatu yang dibicarakan tidak jujur, suci, dan ikhlas menjadi sumber
utama perpecahan. Bahkan, dalam republik, monarki, sarekat ataupun kesatuan terdapat
juga perselisihan-perselisihan yang dapat memecah masyarakat.
“Agama adalah pangkal
persatuan, janganlah takut di mana pun mengemukakan dan mengetengahkan agama.”
Dalam kebebasan beragama dalam suatu negara Ki Bagus
Hadikusumo mengutip beberapa ayat Qur’an, Al Baqarah ayat 256 dan Ali Imran
ayat 159. Beliau juga menjawab pemaparan yang mengatakan bahwa agama tidak
cukup untuk mengatur agama. Juga pendapat bahwa agama itu tinggi dan suci tidak
pantas jika dicampur adukan dengan urusan negara.
Menurut Ki Bagus Hadikusumo Islam tidaklah memandang seperti
itu. Karena islam sudah meresap ke hati pemeluknya yang diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini pula jika dilihat di Qur’an yang terdiri dari
lebih 6000 ayat juga banyak membicarakan tentang kehidupan sehari-hari termasuk
dalam bernegara.
Beliau juga memberikan contoh seperti Teuku Umar, Pangeran
Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol hingga Sarekat Islam yang berhasil menyatukan
rakyat untuk berjuang melawan penjajah.
“Agama Islam membentuk potensi kebangsaan lahir dan batin, serta menabur semangat kemerdekaan yang menyala-nyala. Jadikan Islam sebagai asas dan sendi negara!”
“Karena pengaruh imannya,. Benar-benar mempunyai hidup yang
bersemangat, yang pada tiap saat dapat dengan amat mudah dapat dibangkitkan
serentak, dengan mengeluarkan api yang berkobar-kobar untuk berjuang
mati-matian membela agamanya, serta mempertahankan tanah air dan bangsanya.” ucap Ki Bagus Hadikusumo menutup pidatonya.
Sumber: jejakislam.net
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete