Panglima Batur Yang Dihukum Gantung
Persaudaraan yang erat Suku Dayak dan Banjar di tanah
Kalimantan menjadi kekuatan yang besar ketika perang melawan penjajah Belanda. Para
pejuang-pejuang Suku Dayak ikut bergabung dengan pasukan Pangeran Antasari
ketika perang berkecamuk. Setelah Pangeran Antasari wafat pimpinan perang
diteruskan oleh anaknya Sultan Muhammad Seman. Salah satu pejuang Dayak yang
begitu setia dengan Sultan Muhammad Seman adalah Panglima Batur.
Panglima Batur berasal dari Buntok-Kecil yang sekarang menjadi daerah Kalimantan
Tengah. Panglima Batur bersama Sultan Muhammad Seman berjuang mempertahankan
benteng Baras Kuning di tepi Sungai Manawing. Untuk memperkuat amunisi senjata,
Sultan Muhammad Seman memerintahkan Panglima Batur pergi ke Kesultanan Paser untuk
mendapatkan mesiu.
Ketika Panglima Batur pergi benteng Baras Kuning diserang
habis-habisan oleh Marsose Belanda yang dipimpin Letnan Christofel. Pada pertempuran
ini Sultan Muhammad Seman gugur sebagai kesuma bangsa oleh peluru Belanda.
Walaupun pimpinan perang Banjar sudah tiada Belanda tetap
memburu para pejuang yang masih setia berjuang. Hal ini pula yang menimpa
Panglima Batur. Keteguhan hati sang panglima membuat Belanda merencanakan siasat
licik untuk menangkap beliau.
Rencana ini dilaksanakan ketika kemenakan Panglima Batur
melaksanakan upacara adat perkawinan di Kampung Lemo. Keluarga Panglima Batur
turut berhadir pada upacara tersebut. Ketika itulah Belanda mulai beraksi dengan
menculik keluarga Panglima Batur termasuk pasangan mempelai.
Kabar buruk ini sampai ke Panglima Batur. Belanda memperingatkan Panglima Batur untuk bersedia berunding demi nyawa keluarganya. Jika Panglima
Batur tidak bersedia berunding maka seluruh keluarganya yang ditangkap akan
ditembak mati. Hati Panglima Batur melunak dan setuju untuk berunding. Panglima
Batur lebih memilih mengorbankan dirinya sendiri daripada keluarganya yang
tidak berdosa.
Akhirnya Panglima Batur turun ke Muara Teweh diiringi oleh
orang-orang tua dan penduduk kampungnya. Namun, takdir berkata lain. Tidak ada
perundingan yang terjadi sebab Panglima Batur langsung ditangkap oleh pasukan
Belanda. Panglima Batur ditangkap sebagai tawanan perang yang dihadapkan ke
meja pengadilan. Selanjutnya Panglima Batur dibawa ke Banjarmasin untuk
menerima hukuman.
Di Banjarmasin Panglima Batur dieksekusi hukuman gantung oleh
Belanda. Oleh Belanda, Panglima Batur diarak keliling kota Banjarmasin sambil
memberitahukan penduduk sekitar bahwa, inilah
pemberontak yang keras kepala dan akan dihukum mati.
Panglima Batur naik ke tiang gantungan. Beliau meminta
dibacakan dua kalimat syahadat sebagai permintaan terakhir. Tahun 1905 menjadi
akhir dari perjuangan panglima dayak ini. Menurut berita dari koran De Preanger Bode tanggal 14 Juni 1906 dsebutkan
bahwa, “het stoffelijk overschot werd
daarna op het kerkhof achter de missigit aan de Kween begraven” (artinya,
kurang lebih adalah jenazah tersebut kemudian dikuburkan di belakang masjid di
Pemakam Kuin). Kata Mansyur Sekretaris Pusat Kajian Budaya dan
Sejarah Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Saat ini makam Panglima Batur sudah dipindah berdekatan
dengan Masjid Jami Banjarmasin. Berdampingan dengan Pangeran Antasari, Ratu
Antasari, Ratu Zaleha (cucu Pangeran Antasari), dan Hasanuddin Madjedi di Kompleks
Makam Pangeran Antasari.
Sumber: bubuhanbanjar.wordpress.com
Comments
Post a Comment