Pangeran Mohammad Noor Memperjuangkan Kalimantan
Pangeran Mohammad Noor merupakan salah satu pahlawan
nasional yang berasal dari Kalimantan. Pangeran Mohammad Noor lahir di
Martapura pada 24 Juni 1901. Beliau merupakan bangsawan Banjar keturunan Sultan
Adam Al-Watsiq Billah.
Sebagaimana adat dari suku Banjar yang memegang teguh agama
Islam, Pangeran Mohammad Noor dididik secara islami. Selain ilmu agama Pangeran
Mohammad Noor juga menuntut ilmu umum di HIS Banjarmasin dan HBS Surabaya. Setelah
tamat beliau melanjutkan pendidikan kuliahnya di Technische Hoogeschool te Bandoeng atau yang sekarang dikenal Institut
Teknologi Bandung (ITB). Di kampus inilah Pangeran Mohammad Noor bertemu
pertama kalinya dengan Bapak Proklamator Indonesia, Ir. Soekarno yang sama-sama
menempuh kuliah di Technische Hoogeschool
te Bandoeng.
Ketika kuliah Pangeran Mohammad Noor mengambil jurusan
teknik lingkungan. Selain fokus menempuh pendidikan Pangeran Mohammad Noor juga
bergabung di organisasi pergerakan Jong
Islamieten Bond (Ikatan Pemuda Islam) di kampus. Setelah lulus kuliah Pangeran
Mohammad Noor terlibat dalam pembenahan lingkungan di beberapa daerah. Beliau diangkat
di Departement Verkeer dan Waterstaat
untuk menangani persoalan irigasi di Tegal. Beliau juga ditugaskan di Malang
dan Batavia sebelum akhirnya pulang ke tanah kelahiran Banjarmasin.
Pangeran Mohammad Noor mulai terjun di dunia politik ketika
menjadi anggota Voolkraad perwakilan
Banjarmasin menggantikan ayah beliau, Pangeran Ali. Pada masa sebelum
kemerdekaan dikumandangkan Pangeran Mohammad Noor tercatat sebagai anggota
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
mewakili daerah Kalimantan.
Selain berkawan dengan Bung Karno ketika masih kuliah,
Pangeran Mohammad Noor juga dekat dengan Bung Hatta. Pangeran Mohammad Noor
dan Bung Hatta kerap berkomunikasi mengenai perkembangan perjuangan kemerdekaan
di Kalimantan. Bahkan penunjukan Pangeran Mohammad Noor sebagai Gubernur
Kalimantan pada awal kemerdekaan merupakan rekomendasi dari Bung Hatta.
Pangeran Mohammad Noor menghadapi posisi yang sulit menjadi
Gubernur Kalimantan ketika revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan
bergejolak. Beliau terpaksa memimpin Kalimantan dengan berkantor di Yogyakarta.
Hal ini karena kapal ‘Merdeka’ yang seharusnya ditumpangi beliau terperangkap
pasukan sekutu yang menyerbu kota Surabaya.
Dengan misi menyatukan rakyat Kalimantan ke pangkuan
Republik Indonesia, Pangeran Mohammad Noor mengirim pasukan ke Kalimantan. Dua
pemuda Kalimantan yang ketika itu berada di Jawa yaitu Tjilik Riwut dari Dayak
dan Hasan Basry dari Banjar ditugaskan untuk pergi ke Kalimantan guna
menghimpun pasukan.
Tjilik Riwut ditugaskan memimpin pasukan penerjun pemuda-pemuda
Kalimantan di Jawa dalam pasukan elit MN 1001. Karena menurut Pangeran Mohammad
Noor cara menembus blokade laut Belanda ialah dengan memanfaatkan jalur udara. Beliau
pun mengirim sepucuk surat kepada KSAU Komodor Suryadarma. “Isinya meminta bantuan agar AURI bersedia melatih pemuda-pemuda asal
Kalimantan, kemudian menerjunkan mereka kembali ke Kalimantan untuk berjuang
membantu saudara-saudaranya,” tulis Irna HN Soewito dkk. dalam Awal
Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950.
Sementara itu Hasan Basry berhasil menyusup di kapal Bintang
Tulen untuk sampai ke Kalimantan Selatan. Di Haruyan, Hasan Basry membentuk
Laskar Syaifullah sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda. Pada perkembangannya
Hasan Basry berhasil menyatukan organisasi laskar-laskar pejuang di Kaimantan
Selatan. Mereka semua dihimpun dalam ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.
Situasi di Kalimantan semakin sulit akibat Perjanjian
Linggarjati yang tidak mengakui Kalimantan sebagai bagian dari Republik
Indonesia. ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan lalu membuat sebuah gebrakan
dengan menyatakan setia kepada perjuangan mempersatukan dan memerdekakan
Indonesia. Hal ini termuat dalam ‘Proklamasi 17 Mei’ di bawah komando Hasan
Basry. Para pejuang Kalimantan berikrar untuk tetap setia kepada Republik
Indonesia.
Jasa-jasa Pangeran Mohammad Noor sebagai politisi yang
menyatukan rakyat Kalimantan juga dirasakan dalam bidang pembangunan. Beliau sebagai
insinyur lulusan Technische Hoogeschool
te Bandoeng berkontribusi dalam pembangunan Waduk Riam Kanan di Kalimantan
Selatan. Beliau juga menjadi penggagas proyek lainnya seperti Proyek Pasang Surut
di Sumatera dan Kalimandan, juga Waduk Karangkataes di Jawa Timur.
Pangeran Mohammad Noor meninggal dunia di Jakarta pada 15
Januari 1979 dan dimakamkan di TPU Karet Bivak. Pada 2010 atas persetujuan
keluarga jenazah beliau dipulangkan ke kampung halaman Martapura. Pangeran
Mohammad Noor lalu dimakamkan di Komplek Makam Sultan Adam Al-Watsiq Billah.
Sumber: historia.id alsi-itb.org
Comments
Post a Comment