Markas Perjuangan Alam Roh
Pergerakan perjuangan rakyat mempertahankan kemerdekaan 17
Agustus 1945 menggelora ke seluruh daerah. Termasuk di Kalimantan Selatan,
rakyat yang bergerak independen membentuk organisasi, kelaskaran, ataupun
pasukan-pasukan kecil. Hal ini terjadi pada akhir tahun 1947 dengan lahirnya
organisasi perjuangan bernama PS 6 ST Bantam. Organisasi ini dipelopori oleh 6
orang yang bernama Burhan Saniman, M. Rusdi, H. Hadhariyah, M. Artum Husin, dan
Imansyah.
Pos komando yang digunakan organisasi PS 6 ST Bantam berada
di kampung Muara Teluk Dalam memakai rumah Haji Abdurrasyid. Namun, karena
pergerakan mereka tercium oleh Belanda maka pos komando dipindahkan ke Sungai
Lulut.
Pada perkembangannya organisasi PS 6 ST Bantam semakin kuat
dengan bertambahnya anggota. Nama organisasi pun dirubah dengan sandi Alam Roh.
Mereka berhimpun ke dalam Markas Perjuangan Alam Roh di Desa Pakualam. Gerakan
perjuangan mereka pun semakin luas hingga ke Martapura, Tanah Laut, Marabahan,
dan sebagian Kuala Kapuas.
Perlengkapan persenjataan pasukan Alam Roh dapat bantuan
dari agen polisi yang pura-pura
bekerjasama dengan Belanda. Dari daerah Anjir dan Bati-bati mereka memasok
persenjataan ke Markas Perjuangan Alam Roh. Terdapat juga seorang polisi
Belanda yang bernama Albert Talet memliih memihak kepada para pejuang dan
memberikan sepucuk senjata Lee Enfield, Cold 38 dan sejumlah peluru.
Belanda mengantisipasi pergerakan pejuang dengan diam-diam
mempersenjatai aparat pemerintah pamong praja yang sedang bertugas. Hal yang
ditakutkan pun terjadi pada awal tahun 1949, para pejuang menculik beberapa
pejabat penting Belanda di Banjarmasin. Mereka ialah orang Indonesia yang
memihak kepada Belanda yang diberi jabatan sebagai residen, kiai kepala, kiai
besar, komisioner kantor polisi, kepala CKC (KBN), dan seorang klerk. Semua
tawanan ini dibawa langsung ke Markas Perjuangan Alam Roh.
Kejadian ini sangat meresahkan pejabat pemerintah Belanda. Selain
melakukan penculikan para perjuang juga melakukan penyerangan terhadap pasukan NICA
Belanda yang sedang berpatroli. Persenjataan pejuang Alam Roh mendapat bantuan
dari seorang pemuda bernama Mulyono yang
berhasil kabur dari penjara bersama tiga orang sipir. Mereka membawa sepucuk
spickers, M 95, dan stegun beserta pelurunya.
Bertambah kuatnya pejuang Alam Roh membuat para pejuang merencanakan
penyerangan besar-besaran. Setelah melakukan diskusi maka diputuskan penyerangan
akan dilakukan pada 15 Agustus 1949 yang bertetapan malam Jum’at. Target lokasi
penyerangan ialah Benteng Tatas. Para pejuang dari Markas Pejuangan Alam Roh yang
dipimpin oleh Daeng Lajida menggabungkan kekuatan dengan pasukan Pangeran Arya
dan Martinus.
Markas Perjuangan Alam Roh menjadi kekuatan yang misterius
dan menakutkan bagi Belanda. Para pejuang kerap melakukan aksi penculikan
terhadap para tentara Belanda maupun pribumi yang berkhianat lalu dieksekusi di
Alam Roh. Bahkan begitu sulit bagi Belanda untuk mengetahui secara pasti letak Markas
Perjuangan Alam Roh. Karena menurut cerita yang beredar ketika tentara Belanda
dan penghianat ingin menuju markas tersebut maka yang mereka lihat hanyalah
hamparan hutan dan sungai. Hal inilah yang menjadi keresahan bagi tentara
Belanda bagi para pejuang yang berhimpun di Markas Perjuangan Alam Roh.
Markas Perjuangan Alam Roh berada di bawah komando Hasan
Basry yang memimpin ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan. Pada perkembangannya divisi
ini dilikwidir menjadi DIvisi Lambung Mangkurat pada 1 November 1949.
Referensi: Lahirnya ALRI Divisi IV Pertahanan
Kalimantan oleh Drs. Syamsiar Seman
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete