Adat Mendirikan Rumah Oleh Suku Banjar
Dalam kebudayaan suku Banjar terdapat rumah tradisional yang
menjadi ciri khas masyarakat setempat. Terdapat berbagai jenis rumah
tradisional Banjar yang diantaranya ialah rumah Bubungan Tinggi dan Gajah
Baliku. Dua rumah ini jika dilihat sekilas memiliki bentuk yang mirip.
Perbedaanya terletak bagian paluaran
rumah Bubungan Tinggi yang berjenjang sementara pada rumah Gajah Baliku tidak
berjenjang. Selain itu, pada atap paluaran
rumah Gajah Baliku memakai konstruksi kuda-kuda dengan atap perisai.
Dahulu kala terdapat adat istiadat suku Banjar ketika
mendirikan rumah. Adat pendirian rumah ini dinamakan adat Batajak Rumah. Adat ini dipandang sebagai syarat agar para penghuni
rumah hidup dalam suasana tentram dan penuh kedamaian atau dalam istilah Banjar
disebut Hidup Ruhui Rahayu dan Tuntung Pandang. Selain adat tersebut
orang-orang tua dahulu juga memberikan nasihat kepada anak-anaknya dalam
pendirian rumah.
Ketika mendirikan rumah haruslah dipilih hari yang membawa
berkah. Dalam hal ini masyarakat Banjar percaya bahwa hari Senin, Kamis, dan
Jumat dapat memberikan keberkahan dan keselamatan. Pemilihan tiga hari tersebut harus dipilih
berdasarkan posisi bulan naik. Perhitungannya ialah antara hari pertama bulan
timbul di langit sampai dengan hari ke-14. Maknanya dari pemilihan hari
berdasarkan bulan naik tersebut diharapkan para penghuni rumah mempunyai
kehidupan dan rezeki yang terus-menerus naik.
Bulan-bulan yang baik dalam pendirian rumah didasarkan pada
bulan hijriah. Seperti bulan Muharam (bulan permulaan, Rabiul Awal (kelahiran
Nabi Muhammad SAW), Rajab (isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW), Ramadhan
(ibadah puasa), ataupun Zulhijjah (ibadah haji). Khusus bulan Safar, masyarakat
Banjar percaya bahwa bulan ini kurang baik untuk mendirikan rumah.
Pada langkah awal pendirian rumah dilakukan pemasangan tiang
pancang ke seluruh wilayah yang ingin dibangun. Selain itu, juga dipasangkan
susuk (slop), dan gelagar (legger). Lantai dasar dibuat dari susunan papan
dengan ukuran yang sesuai. Seluruh langkah awal ini tidak memerlukan paku
karena hanya bersifat sementara.
Pemasangan tiang utama yang biasanya sekaligus berfungsi
sebagai tiang dinding memerlukan adat khusus. Inilah yang disebut dengan Adat Batajak Rumah. Tiang utama ini
berjumlah lima buah kayu ulin dengan kualitas terbaik. Kayu-kayu tersebut
diruncingkan pangkalnya dang
masing-masing dipalas dengan darah ayam.
Di dalam lubang pahatan kayu tersebut biasanya ditaruh sedikit
kapas, garam, dan abu. Bagi pemilik rumah yang mampu biasanya juga menaruh lima
biji intan lantakan dan sebuk kikiran emas. Pada ujung kayu dipasang pucuk kelapa yang sudah dianyam
terlebih dahulu serta ditambah bunga-bungaan. Di tengah-tengah tanah dari rumah
tersebut ditanam sebuah dapur tanah dalam kondisi baru. Menurut adat setempat
ketika membeli dapur tanah maka tidak boleh ditawar. Berapapun harga yang
diajukan oleh penjual harus diterima.
Selanjutnya dapur tanah dimasukkan abu dapur yang didapat
oleh perempuan tua. Perempuan tersebut dpilih dari keluarga yang memliki
syarat-syarat berikut: ruhuy rahayu
tuntung pandang, bajuriat baik-baik, kada barungkis, siringan bacari, daraman
baharta, dan tapandang agur. Diharapkan penghuni yang baru mendiami rumah
ini menjadi keluarga yang memenuhi syarat tersebut.
Sore harinya ketika senja sebelum melakukan selamatan rumah
tersebut disiram dengan Banyu Yasin
pada sekeliling rumah agar terhindar dari gangguan setan. Lalu, dipilihlah hari
beserta bulan yang baik untuk mengadakan selamatan pendirian tiang rumah. Acara dilaksanakan ketika sore menjelang
senja. Para tetangga, tuan guru ulama, tokoh setempat diundang untuk menghadiri
acara ini. Pada acara ini suami istri pemilik rumah telah teradat harus
berpakaian sebaik-baiknya.
Para tamu undangan dan penghuni rumah melaksanakan solat
magrib berjamaah di rumah yang dibangun sementara. Setelah itu mereka secara
berjamaah melakukan solat hajat, membaca yasin, sholawat nabi, dan diakhiri
dengan doa selamat.
Biasanya ketika acara tersebut selesai bertepatan dengan
waktu solat Isya sehingga dilanjutkan dengan solat berjamaah. Dilanjutkan
dengan pembagian hidangan makanan dari pemilik rumah kepada para tamu undangan.
Sementara itu pada sudut rumah diletakkan makanan khusus
yang disajikan kepada keluarga atau orang yang berjaga-jaga sepanjang malam.
Karena menurut kepercayaan setempat ada orang-orang jahat yang berusaha menanam
kain putih bekas tutup muka jenazah ke dalam tanah lingkungan rumah. Makanan tersebut berisi nasi lemak ketan putih
dan kuning, inti gula, dan telur itik rebus.
Sambil menunggu pemasangan kelima tiang utama biasanya
pemilik rumah membaca Maulid Barzanji dan Qasidah Burdah. Waktu pendirian
kelima tiang tersebut ditentukan
berdasarkan nasihat dari seorang tuan guru ulama antara tengah malam dan subuh
hari.
Ketika waktu pendirian telah tiba maka tiang pertama yang
didirikan letaknya di sebelah kanan dari matahari terbenam. Berdasarkan adat
setempat bahwa pemilik rumahlah yang mendirikan tiang pertama ini dibantu oleh
tamu yang hadir. Tiang kedua didirikan bersilang dari tiang pertama dan tiang
ketiga letaknya di sebelah kanan tiang kedua. Untuk tiang keempat posisinya
bersilang dengan tiang ketiga selanjutnya tiang kelima yang didirikan. Pengangkatan
tiang ini diiringi kalimat sholawat secara bersama-sama dengan suara keras.
Posisi kelima tiang tersebut jika diperhatikan akan
membentuk tulisan Arab lam jalalah
yang mempunyai makna la haula wa la
quwwata illa billah.
Referensi: Rumah Adat Banjar oleh Drs. Syamsiar Seman
diterbitkan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Comments
Post a Comment