Maluku Diperebutkan Bangsa Eropa
Kekayaan alam Maluku berhasil memikat penjajah Eropa untuk
menguasainya. Pada abad ke-16 penjelajah dari Portugis dan Spanyol tiba di
Maluku. Dua negara ini bertikai untuk memperebutkan monopoli perdagangan di
Maluku. Untuk menyudahi pertikaian ini maka digelar perjanjian antara Portugis
dan Spanyol yang terkenal dengan Perjanjian Saragosa. Isi perjanjian ini
membagi wilayah bumi menjadi dua bagian yang dikuasai Portugis dan Spanyol.
Portugis mendapat wilayah dari Brazil ke arah timur sampai ke Maluku. Alhasil, Spanyol harus pergi
meninggalkan Maluku yang secara resmi dikuasai oleh Portugis berdasarkan
Perjanjian Saragosa.
Penjajah Eropa yang menguasai Maluku membuat rakyat sangat
menderita. Mereka melakukan perlawanan fisik terhadap kekuasaan Portugis. Hingga
akhirnya Belanda datang seabad kemudian di Maluku menawarkan bantuan untuk
mengusir Portugis.
I.O. Nanulaitta dalam buku Kapitan Pattimura menyebutkan bahwa rakyat Maluku secara terpaksa
menuruti segala macam syarat dari Belanda yang sebenarnya sangat merugikan
mereka. Seluruh rakyat Maluku dilarang untuk menjual hasil rempah-rempah kepada
bangsa lain. Belanda juga memaksa rakyat Maluku untuk mengizinkan pendirian
benteng. “Karena Portugis sudah dalam
keadaan lemah, maka dengan mudah Belanda melenyapkan kekuasaan mereka dari
Maluku,” tulis Nanulaitta.
Kekuasaan Maluku berpindah ke tangan Belanda yang berhasil
menaklukan Portugis. Rakyat berharap adanya angin perubahan dari peralihan
kekuasaan ini. Namun, persyaratan awal yang disepakati oleh rakyat Maluku
membuat mereka kembali merasakan situasi penjajah pada masa Portugis. Belanda
semakin memperkuat armada militernya dengan membangun benteng-benteng guna
mempertahankan dari serangan bangsa lain.
Para penguasa pribumi diikat secara paksa oleh kontrak
perdagangan untuk memonopoli rempah-rempah Maluku. Belanda begitu mengekang laju perdagangan dengan membatasi penanaman cengkeh dan pala oleh rakyat yang harus
mendapat izin dari Belanda. Bahkan jika produksi rempah-rempah melimpah di
pasar maka Belanda memerintahkan beberapa pemilik tanah untuk membakar tanaman
miliknya dengan ganti rugi sejumlah uang. Rakyat Maluku memandang situasi yang
mereka alami tidak lebih baik dari masa penjajah Portugis.
Pada tahun 1796 penduduk Ambon dihebohkan dengan kehadiran kapal-kapal
berbendera Inggris. Bendera Belanda yang selama ini berkibar di Benteng
Victoria diturunkan dan diganti dengan Bendera Union Jack milik Inggris.
Situasi ini merupakan imbas dari perang Belanda melawan
Inggris di Eropa. Belanda dipaksa menyerahkan seluruh wilayah jajahan di Afrika
dan Asia kepada Inggris termasuk Maluku. Kepanikan pun menyelubungi rakyat
Maluku akan nasib mereka di bawah jajahan baru.
Inggris sedikit melunak ketika menguasai Maluku. Ada beberapa
perubahan peraturan monopoli perdagangan yang diwariskan oleh Belanda. Rakyat
Maluku diberi lebih banyak kebebasan dalam melakukan aktifitas dagang. Inggris
juga menghapus hak ekstirpasi yaitu hak untuk menghancurkan pohon pada dan
cengkeh. Kerja rodi tetap dipertahankan Inggris namun ada keringanan yang
didapat dibanding masa Belanda.
“Harapan baru akan
hidup yang lebih baik timbul lagi. Kebun-kebun cengkih dan pala memberi harapan
besar. Perniagaan menjadi ramai. Hanya terhadap penyelundupan Inggris bertindak
keras juga,” ucap Nanulaitta.
Pada tahun 1803 Belanda kembali mendapatkan hak atas
penguasaan wilayah Maluku. Belanda dan Inggris terus menerus berusaha
meperebutkan Maluku. Hingga akhirnya terjadi kesepakatan antara kedua belah
pihak pada Traktat London yang membuat Inggris tidak dapat lagi menginjakan
kakinya di Maluku.
Sumber: historia.id
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete