Permulaan Islam Datang Ke Nusantara
Dr. Eric Mjoberg seorang orientalis berkebangsaan Swedia yang
pernah menjabat sebagai kepala Museum Serawak pernah menyatakan bahwa pada
tahun 977 M, Sultan Abu Ali dari Brunei pernah menghadap Raja Tiongkok. Dalam
pertemuan itu Sultan Abu Ali ditemani oleh dua wazir berkebangsaan Arab dan
menyatakan bahwa negerinya tetap setia berada di bawah perlindungan Tiongkok.
Pertemuan antara Sultan Brunei dengan Raja Tiongkok ini memang
banyak disebut dalam sejarah. Oleh Dr. Eric Mjoberg secara terang-terangan
menyebut nama Sultan Brunei tersebut. Menurutnya pula bahwa Sultan Brunei yang
mengadakan kunjungan ke Tiongkok pada tahun 1404 merupakan keturunan dari
Sultan Abu Ali. Hal ini tidaklah mengejutkan sebab dalam sejarah Brunei pernah
disebutkan bahwa pada tahun 1404 utusan dari Tiongkok, Laksamana Cheng Ho
mengajak Sultan Brunei untuk bertemu Raja Tiongkok. Namun, Sultan Brunei
meninggal dalam perjalanan di Tiongkok sehingga dimakamkan di sana.
Keterangan Dr. Eric Mjoberg di atas menambah khazanah
penelitian bahwa Islam sudah sampai ke Nusantara pada abad ke-10. Bahkan sudah
menjadi bagian dari tatanan masyarakat dan pemerintahan di Brunei. Sehingga
pada saat itu Brunei sudah menjadi kerajaan Islam.
Jika kita tarik lagi ke tahun-tahun belakang, orang-orang
Arab telah mendiami terlebih dahulu daerah pantai Sumatera bagian barat pada
tahun 684 M. Hal ini didapat berdasarkan keterangan Sir Thomas Arnold.
“Meskipun, ahli-ahli
geografi bangsa Arab belum menyebut pulau-pulau itu sebelum abad ke-19 Masehi
(abad ke-2 dan ke3 HIjriyah), tetapi kita telah mendapati catatan-catatan
tahunan yang dibuat oleh pelajar-pelajar bangsa Tionghoa pada tahun 684 M
tentang dijumpainya seorang pemimpin Arab-yang menurut penelitian terakhir
ialah pemimpin dari satu koloni Arab di pantai Pulau Sumatera sebelah barat. ”
Demikian keterangan Sir Thomas Arnold, yang dipetiknya pula dari hasil
penelitian W.P. Gruneveld, Notes on the
Malay Archipelago and Malacca, compiled from Chinese Sources (Vert. Bataviaskhe
Genootscnap van K. en. W. Deel./1880).
Kedatangan orang-orang Arab ke Nusantara juga dapat dilacak
lewat sumber catatan Tiongkok. Dalam catatan tersebut dituliskan sebuah
kerajaan bernama Ho Ling yang dipimpin
oleh seorang perempuan bernama Si Ma. Ratu Si Ma mulai memimpin Kerajaan Ho Ling pada tahun 674 M.
Di belahan dunia lain kerajaan tersebut begitu terkenal karena keamanan dan
kemakmurannya.
Mendengar suasana kerajaan yang luar biasa,
Raja Ta Cheh mengirimkan utusannya untuk mengecek keadaan masyarakat di
kerajaan Ho Ling. Utusan tersebut ingin membuktikan bahwa keadaan masyarakat
Kerajaan Ho Ling begitu aman dan tentram. Maka ia pun menyuruh seseorang untuk
menghamburkan secara sengaja pundi-pundi yang berisikan emas di tengah kota kerajaan.
Dalam hitungan waktu bertahun-tahun tidak ada seorang pun
yang menyentuh emas yang berceceran di tengah kota kerajaan. Hingga akhirnya pada tahun ketiga, putera dari Ratu Si Ma mengambil pundi-pundi yang
tergeletak. Versi lain mengatakan bahwa ia hanya menyentuh dengan kaki.
Mendengar hal ini Ratu Si Ma memerintahkan hukuman mati
kepada puteranya. Dalam memimpin kerajaan, Ratu Si Ma tidak pandang bulu dalam
dalam menegakkan keadilan. Vonis hukuman mati dari Ratu Si Ma coba diringankan
oleh para menteri kerajaan. Dengan begitu berharap para menteri kerajaan coba
meminta agar Ratu Si Ma tidak memberikan hukuman mati. Akhirnya, hukuman
diringankan dengan pemotongan kaki sang putera.
Dalam penelitian sejarah kuno di Nusantara disebutkan bahwa
Kerajaan Ho Ling ialah kerajaan Kalingga di Jawa Timur. Sementara pemimpin
perempuan di kerajaan itu adalah Ratu Shima yang memang terkenal sebagai ratu
yang adil di tanah Jawa. Dalam catatan di atas juga disebut Raja Ta Cheh yang
merupakan Raja Arab.
“Amat besar
kemungkinan bawah tidak ada orang lain tempat memasangkan Raja Ta Cheh itu
melainkan Muawiyahlah. Besar kemungkinan bahwa penelitian ke Tanah Jawa ini
amat rapat persangkutannya dengan usahanya mendirikan armada Islam sebab ia
adalah khalifah Islam yang mula-mula mendirikan armada angkatan laut. Mungkin sekali
bahwa setelah utusan atau mata-matanya menyelidiki ke Tanah Jawa dan menguji perkabaran tentang keteguhan hati ratu itu memerintah, niat baginda hendak
mengirim perutusan memasuki pulau-pulau Melayu pun ia urungkan.” Ujar Buya
Hamka dalam buku Sejarah Umat Islam.
Referensi: Hamka. 2016. Sejarah Umat Islam. Jakarta. Gema Insani
Comments
Post a Comment