Orator Pada Zaman Yunani Kuno


Kota Athena pernah menjadi kota penting bagi Yunani. Di kota ini menjadi wadah berkumpulnya bagi para seniman, penyair, orator, arsitek, pelukis, dan pematung. Orang-orang Yunani memang dikenal dengan tingkat kepekaan yang tinggi dalam hal seni. Terlebih bagi orang Athena yang memiliki rasa yang halus dengan semangat keadaban serta kecintaan terhadap segala sesuatu yang memiliki keindahan. Hal inilah yang menjadi dasar kota Athena lebih dikenal dibandingkan kota-kota Yunani lainnya.

 

Pada zamannya kota ini pernah dipenuhi oleh para orator yang begitu handal dalam memainkan bahasa. Bahkan isi pidato dari para orator tersebut dapat mempengaruhi situasi perang, perdamaian, pajak, hukum, dan semua urusan penting negara. Karena kepiwaiannya, rakyat menjadikan para orator sebagai pegangan mereka dalam kehidupan publik. Beberapa orator pun didapuk untuk mengisi jabatan publik.

 

Selain menyampaikan isi pidatonya sendiri, para orator juga kerap diminta oleh orang lain untuk menuliskan pidato, khususnya di bidang hukum. Sebab hukum di Yunani pada masa itu mengharuskan bagi setiap orang yang terjerat hukum menyampaikan sendiri pembelaanya lewat pidato. Mereka tidak memakai pengacara untuk membela di pengadilan. Maka dari itu, mereka mencari para orator ulung untuk menuliskan isi pidato dengan harapan akan lepas dari jerat hukuman.

 

Beberapa orator juga melakukan perjalanan ke kota-kota Yunani. Pidato yang diutarakan menyesuaikan dengan minat dari penduduk kota yang disinggahi. Selain itu, mereka juga biasa memberikan perkuliahan untuk penduduk kota.

 

Para orator memiliki gaya tersendiri dalam berpidato. Pada umumnya para orator tua cenderung memiliki gaya bicara yang sederhana dengan hanya terfokus pada fakta-fakta yang disampaikan tanpa membumbui dengan bahasa pemantik. Ketika di hadapan pendengar orator tua menampilkan gaya kaku tanpa memainkan isyarat tangan. Sebagai gambaran dapat kita temukan ketika Pericles berpidato di depan publik yang disebutkan dalam sumber sejarah bahwa ia berpidato dengan muka tenang, suara lirih, sehingga tidak ada lipatan jubahnya yang terganggu.

 

Lain halnya dengan para orator yang memiliki semangat untuk mengubah pendirian masyarakat. Mereka sering mondar-mandir di sekitar tribun dengan gaya deklamasi penuh perasaan. Para pendengar mudah terpukau dengan kefasihan bahasa para orator yang ditambah dengan gesture serta deklamasi ketika menyampaikan isi pidato. Maka dari itu bagi orang Yunani penyampaian lebih penting dibandingkan dengan pemahaman tentang wacana.

 

Demosthenes seorang orator ulung pada zamannya pernah mengalami kegugupan ketika pertama kali tampil di tribun. Lalu ia membiasakan diri dengan memperdalam ilmu deklamasi dan gesture. Pada perkembangannya ia menjadi orator favorit yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat. Demosthenes mengatakan bahwa kualitas pertama orator ialah “Tindakan, dan yang kedua tindakan, dan yang ketiga tindakan.” Tindakan yang dimaksud ialah penyampaian yang lebih berarti daripada pemahaman wacana.

 

Sumber:   Sejarah Peradaban Dunia Kuno oleh Charles Seignobos diterbitkan Penerbit Indoliterasi Yogyakarta Tahun 2016


Comments

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel