Karier Militer Soeharto
“The Smiling General”, itulah julukan dunia internasional bagi Jenderal Soeharto. Lahir di Dusun Kemusuk, Yogyakarta, Soeharto mengambil kekuasaan RI dari tangan Soekarno setelah pecahnya peristiwa G30S/PKI. Soekarno berkuasa sebagai presiden RI kedua selama 32 tahun lamanya. “Bapak Pembangunan” Indonesia ini, memiliki latar belakang militer sebelum menduduki kursi presiden RI.
Awal dari perjuangan Soeharto di dunia militer dimulai
ketika ia diterima di sekolah militer di Gombong, Jawa Tengah pada tanggal 1
Juni 1940. Sebagai siswa, Soeharto melewati masa latihan dasar selama enam
bulan. Setelah menjalani latihan dasar, ia lulus dengan predikat lulusan
terbaik dan menerima pangkat kopral dan terpilih sebagai prajurit teladan.
Soeharto bergabung dengan pasukan kolonial Belanda, KNIL. Pada
tahun 1942, Ia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan pada Perang
Dunia II. Soeharto mendapatkan pangkat sersan tentara KNIL. Berturut-turut
Soeharto kemudian menjadi komandan peleton lalu menjadi komandan kompi PETA,
komandan resimen yang berpangkat mayor, dan komandan batalyon dengan pangkat
letnan kolonel.
Sehabis perang kemerdekaan berakhir, Soeharto tetap memegang
jabatan Komandan Brigade Garuda Mataram berpangkat letnan kolonel. Dalam
penumpasan pemberontakan Andi Azis di Sulawesi, Soeharto memimpin Brigade
Garuda Mataram dalam melakukan operasi penumpasan. Lalu, ia diberi madat
mengkomandani Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) sektor
Makassar yang ditugasi mangamankan kota dari gangguan eks KNIL.
Pada Serangan Umum 1
Maret Yogyakarta 1949, Soeharto juga ikut serta. Semua ini berawal atas
inisiatif Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang memberitahukan kepada Jenderal
Besar Sudirman bahwa Brigade X yang dipimpin Letkol Soeharto segera melakukan serangan
di Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk membuktikan kepada dunia bahwa
eksistensi Republik Indonesia tetap ada.
Lalu, Soeharto dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat
Komandan Resimen Infenteri 15. Kemudian pada 3 Juni 1956, ia diangkat sebagai Kepala
Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro dan lalu menjadi pejabat
panglima. Soeharto akhirnya mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel pada
tanggal 1 Januari 1957.
Soeharto sempat dipecat oleh Jenderal A. H. Nasution karena
kesalahannya menggunakan nama institusi militer untuk meminta uang pada
perusahaan yang ada di Jawa Tengah. Alhasil, ia yang sebelumnya menjabat sebagai
Pangdam Diponegoro lalu atas saran Jenderal Gatot Subroto dipindahkan ke
Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung
Soeharto kembali mendapatkan kenaikan pangkat menjadi
brigadir jenderal setelah mengikuti kursus C SSKAD (Sekolah Staf dan Komando
AD). Pada usia 39 tahun, ia diangkat menjadi Deputi I Kepala Staf Angkatan
Darat.
Soeharto memegang jabatan rangkap sebagai Panglima Korps
Tentara I Caduad ditambah dengan jabatan Panglima Komandan Pertahanan AD. Tugas
sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd, Paris, dan Bonn (Jerman)
juga diemban oleh Soeharto.
Sekembalinya Soeharto dari Timur sebagai Panglima Komandan
Mandala Pembebasan Irian Barat dan merangkap Deputi Wilayah Indonesia Timur di
Makassar, ia mendapat kenaikan pangkat dari brigadir jenderal ke mayor
jenderal. Kemudian Soeharto ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal A. H. Nasution.
Panglima KOSTRAD akhirnya dijabat oleh Soeharto pada tahun 1962. Ketika
pecahnya peristiwa G30S/PKI, Soeharto mengemban tugas sebagai Panglima Kopkamtib
yang memberikan wewenang besar dalam melakukan pembersihan terhadap
orang-orang yang dituduh pelaku G30S/PKI.
Sumber: Wikipedia
Comments
Post a Comment