Perdagangan Internasional di Banten
Sekitar lima ratus tahun lalu, Banten pernah menjadi bandar
terbesar di Pulau Jawa. Portugis bukanlah yang pertama mencari lada dan
rempah-rempah lainnya di Pelabuhan Banten Karangantu. Jauh sebelum mereka,
saudagar-saudagar dari bangsa Cina, Arab, Gujarat, dan Turki sudah lebih tiba
dahulu di Pelabuhan Banten. Rempah-rempah yang didapat kemudian dijual kepada
pembeli di Eropa.
Penggunaan lada ketika itu tidak hanya dijadikan untuk bumbu
masak, tetapi digunakan untuk menjaga kesehatan badan. Dengan khasiat
menghangatkan perut serta mengurangi sakit perut ketika cuaca dingin.
Para pelaut dari Belanda, Prancis, dan Denmark mencoba
mengikuti jejak dari para pelaut Portugis yang berhasil mendapatkan daerah
sumber penghasil lada dan rempah-rempah lainnya. Saat itu, mereka tidak
langsung singgah di Sunda Kelapa tapi di Banten, 75 km dari Sunda Kelapa.
Banten mengalami jayanya ketika kerajaan Islam ini dipimpin
oleh Sultan Maulana Yusuf yang merupakan putera dari Sultan Maulana Hasanuddin,
pendiri Kerajaan Banten. Majunya perdagangan Banten ketika itu, sampai-sampai
Banten menjadi tempat penimbunan barang dari seluruh penjuru dunia. Lalu
barang-barang tersebut disebarkan ke seantero Nusantara.
Situasi di Pelabuhan Banten Karangantu ketika itu memang
mencakup dari berbagai bangsa di dunia. Pedagang dari Cina membawa sebuah uang
kepeng yang terbuat dari timah hitam yang juga disebut picis. Dengan jung-jung
yang tersu berdatangan ke Banten, mereka membawa porselen, sutera, bludru,
benang emas, kain sulaman, jarum, sisir, payung, kertas, dan berbagai barang
lainnya.
Sementara pedagang dari Arab dan Persia membawa barang
dagangan berupa permata dan obat-obatan. Pedagang Gurajat (India) menjual kain,
kapas, dan sutera, lain halnya dengan pedagang Portugis yang membawa kain dari
Eropa dan India. Para pedagang ini membawa pulang rempah-rempah termasuk lada
ke negara mereka masing-masing yang dibeli dari pedagang Nusantara yang tiba di
Banten.
Diimbangi dengan majunya perdagangan maritim, ibukota
kerajaan menjadi sangat ramai. Melihat hal ini dibuatlah penempatan penduduk
sesuai keahlian dan asal mereka. Perkampungan untuk orang asing ditempatkan di
luar tembok kota. Pedagang dari Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki dibuatkan
kampung di sebelah barat pelabuhan. Untuk pedagang Cina ditempatkan di sebelah
barat Masjid Agung Banten.
Hal ini mungkin ditiru oleh Belanda dengan membuat kampung
Pekojan untuk etnik Arab dan Pecinan untuk warga Cina. Saat ini kampung
tersebut lebih dikenal dengan nama Kampung Glodok. Pedagang dari Cina memiliki
peran sangat besar dalam memajukan ekonomi Banten. Karena itu, Jendral J.P.
Coen membawa sekitar 800 warga Cina dari Banten ketika mendirikan Batavia.
Sumber: Republika
Comments
Post a Comment