Emangnya Penting Siapa Ente?
(Sumber: Emha Ainun Nadjib. 2016. “Titik Nadir Demokrasi
Kesunyian Manusia Dalam Negara”. Yogyakarta. Bentang Pustaka)
Tak ada yang lebih lucu melebihi manusia modern. Kalau
mereka bergaul, baik dalam konteks hubungan apa pun, pedoman mereka bukan apa
yang engkau perbuat melainkan siapa engkau. Lantas mereka bereklamasi: to be or not to be, that is the questions
....
To be itu identitas. Be
a danramil, be a engineer, be a kiai, be a minister, be, be, be, ....
To be dijunjung-junjung
melebihi penghormatan kepada Malaikat Jibril dan Roh Kudus atau Batara Wisnu.
Orang dipandang be-nya bukan do-doing-done-nya. Dibedakan antara someone dan no-one. Antara man makes news
dengan man of nothing. Man makes news
diatur dengan parameter moral yang berbeda dengan man of nothing. Kalau man
makes news melakukan A, dia berdosa dikuak-kuak tabirnya. Kalau man of nothing melakukan A-kuadrat bahkan A- pangkat sepuluh, tak apa-apa.
Seorang kiai dihabisin karena kawin semalam dan seorang kiai
lain tersenyum getir. Masih untung dia cari-cari dalil, sementara ribuan orang
lain langsung tancap-tancap saja dan tak ada yang meributkan. Apakah seorang
kiai diwajibkan oleh Tuhan shalat 100 kali sehari sementara yang bukan kiai
cukup lima kali sehari? Sementara di hadapan Allah identitasmu hanyalah
manusia, lantas hamba-Nya, lantas khalifah-Nya. Bahwa engkau kiai itu fungsi
dari administrasi sosial.
Yang paling bodoh adalah seseorang bersedia "dipenjarakan"
dan membanggakan diri di dalan kotak sebagai man makes news. Dia mantap dengan be-nya, kemudian tampil dimana-mana showing of being-nya dengan wajah penuh kebanggaan, ditambah
embel-embel dan simbol, entah serban, entah dasi, atau apa pun. Bahkan seorang
intel akan merasa cemas kalau orang di sekitarnya tidak tahu bahwa dia intel.
Para pekerja seni juga sangat sibuk dengan be-nya
dan mempertentangkannya sampai tingkat darah-taksekedar pada level gosip dan
kedengkian.
Emily Dickinson, penyair wanita Amerika Serikat, sampai
akhir hayatnya adalah no one. Ia
selalu melagukan kebahagiaan sunyinya, "I
am nobody, who are you? Are you nobody too?" Tentu ia sangat geli
menyaksikan kita semua.
Kebudayaan manusia modern terlalu banyak cing-cong dengan kerewelan
administratif. Mereka dipenjara dan memenjarakan diri dalam identitas,
identifikasi, kualifikasi, kartu-kartu, kubu, kelompok, serta aliran segala
macam kegoblokan-kegoblokan yang lebih parah lagi.
Manusia modern omong sangat besar soal universalisme. Namun,
mereka bikin negara, militer, kelompok-kelompok kekuasaan, model, dan
identitas. Universalisme itu jadi tersembelih. Negara adalah laboratorium
pembunuhan universalitas manusia. Negara memprimordialkan manusia sampai ke
daun telinga dan ujung kuku. Manusia modern adalah manusia yang paling sedikit
peluangnya menjadi manusia. Ia tak boleh cukup hanya sebagai manusia. Ia harus
bisa jadi ulama, pengusaha, penjahat, seniman, intelektual, atau berbagai macam
kategori-kategori tolol.
Kalau seseorang tidak sedia diikat oleh salah satu
identitas, maka ketidakterikatannya itu diklaim sebagai suatu jenis identitas.
Kalau ada dua kubu, A dan B, dan Anda menolak bergabung di salah satunya, Anda
diancam oleh dua kemungkinan. Pertama, Anda
akan dianggap kubu C atau kubu ketiga. Atau kalau kebetulan Anda makan siang
dengan seseorang dari kubu A, maka kubu B akan mencari Anda.
Psikologi dan ketololan ideologis perkuburan ini terjadi tak
hanya terjadi dalam pergaulan, peta ormas, orsospol, dunia kesenian, konstelasi
militer, dan kekuasaan, melainkan bisa juga terjadi pada soal sembahyang
Tarawih dan urusan nawaitu shalat.
Pada saat yang sama manusia modern mengaku dan menyembah
independensi dan universalitas. Kalau seseorang memilih langkah-langkah lintas
kubu, sebagai salah satu formula universalitas yang menekankan diri hanya pada
kebenaran universal, ia dianggap tidak punya pendirian. Dan, ketika ia membantu
salah satu kubu, kemudian ia menolong kubu lain-karena ia yakin bahwa ia perlu
membantu kebaikan dan kebenaran kepada siapa pun-maka ia disebut tidak
independen. Rupanya independen juga man
makes news. Dan ketiga identitas itu tidak bersifat kata benda, melainkan kata kerja atau fungsi. Si yang dimaksud
tetaplah kotak kategori dan identitas. Independen bagi manusia modern adalah
sebuah kotak, sebuah aliran, dan sekte juga.
Kalau Anda sakit, jangan pergi ke rumah sakit dengan modal
dari kubu lain. Dokter yang menangani Anda sebaiknya Anda selidiki apakah ia
Golkar, PPP, PDI, pro Gus Dur, atau pro Abu Hasan, pro Pak Hartono, ataukah
koleganya Pak Edi. Anda harus hati-hati terhadap structural recruitment dan kooptasi.
Comments
Post a Comment