Syekh Salman Al-Farisi Ulama dari Tapin
Syekh Salman Al-Farisi merupakan salah satu ulama masyur
yang bermakam di Tapin. Beliau lahir di Dalam Pagar pada 25 Safar 1279 H dari
pasangan Qadhi Mahmud dan Diyang. Qadhi Mahmud merupakan ulama terkemuka pada
masanya yang menjabat sebagai qadhi Kesultanan Banjar. Diantara murid-murid
Qadhi Mahmud ialah Sultan Adam Al-Wasiq Billah, Pangeran Jaya Dinata, dan
Pangeran Surya Dinta.
Qadhi Mahmud mendidik secara langsung Syekh Salman Al-Farisi
sejak kecil. Beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama seperti tauhid, fiqih, tasawuf,
Al-Qur’an, hadis, serta ilmu-ilmu alat lainnya. Selain berguru secara langsung
kepada ayah beliau, Syekh Salman Al-Farisi juga berguru kepada Qadhi Muhmmad Nur
dan Tuan Guru Muhammad Amin.
Syekh Salam Al-Farisi banyak memanfaatkan waktunya untuk
memperdalam ilmu-ilmu agama sehingga mempersempit waktu istirahat. Bahkan
ketika merasa lelah setelah menelaah kitab-kitab, Syekh Salman Al-Farisi berbaring
dengan menggunakan buah kepala untuk mengganjal kepalanya. Hal ini beliau
lakukan karena ketika tertidur otomatis kepala beliau tergelincir dan
mengakibatkan beliau terbangun.
Untuk lebih memperdalam ilmu agama Syekh Salman Al-Farisi diberangkatkan
oleh orangtua beliau ke Mekkah. Selama di Mekkah Syekh Salman Al-Farisi
benar-benar memanfaatkan kesempatannya untuk menuntut ilmu. Di Mekkah ini pula
beliau menikahi seorang perempuan asal Riau dan dikaruniai seorang anak. Setelah
selesai menuntut ilmu di Mekkah, Syekh Salman Al-Farisi memutuskan untuk
kembali ke tanah air. Mula-mula beliau bermukim dahulu di Riau yang merupakan
kampung halaman sang istri.
Lambat laun kerinduan akan kampung halaman di Martapura tak
dapat dibendung lagi. Maka Syekh Salman Al-Farisi memutuskan untuk pergi ke
Martapura. Istri serta anak tidak ikut dan tetap tinggal di Riau. Sesampainya di
Martapura Syekh Salman Al-Farisi tinggal untuk beberapa tahun bersama keluarga
beliau di Martapura. Lalu, beliau memutuskan untuk kembali ke Riau untuk menemui
istri dan anak. Namun, ketika sampai di sana betapa terkejutnya Syekh Salman
Al-Farisi mengetahui istri dan anaknya telah meninggal dunia.
Syekh Salman Al-Farisi lalu memutuskan untuk kembali ke
Martapura. Ketika sudah berada di Martapura ayah beliau menyarankan Syekh
Salman Al-Farisi untuk pergi ke keluarga pihak ibunya di Gadung, Tapin. Selama di
Gadung beliau bermukim lama sekaligus berdakwah terhadap masyarakat sekitar. Bagi
masyarakat sekitar beliau menjadi sosok teladan sekaligus sumber untuk menggali
pengetahuan ilmu agama. Puluhan tahun Syekh Salman Al-Farisi berdakwah di
Gadung sehingga tidak terhitung jumlah murid-murid beliau. Diantara mereka ada
yang menjadi penerus beliau dalam menyebarkan syiar Islam.
Ada beberapa kisah dari masyarakat sekitar tentang Syekh
Salman Al-Farisi yang mempunyai kelebihan atas izin Allah SWT. Pernah suatu
ketika ketika selesai ceramah di acara hajatan masyarakat turun hujan lebat, beliau
yang tidak membawa payung memutuskan untuk tetap pulang yang diringi
murid-murid beliau. Atas izin Allah SWT sekujur tubuh Syekh Salman Al-Farisi
beserta murid-muridnya tidak basah terkena hujan.
Syekh Salman Al-Farisi juga kerap diminta doa oleh para
pendulang intan agar memperoleh rezeki dan menemui lokasi yang cocok untuk
mendulang. Banyak masyarakat yang meminta doa kepada beliau berhasil
mendapatkan lokasi yang didalamnya terdapat intan. Kebiasaan meminta izin dan
doa kepada tuan guru merupakan kebiasaan masyarakat Banjar sebelum mendulang
intan.
Syekh Salman Al-Farisi tinggal di Gadung hingga sampai wafat.
Di Gadung beliau menikahi perempuan asli Gadung yang bernama Ummu Salamah. Dari
pernikahan ini beliau dikaruniai dua orang anak yaitu Tuan Guru Muhammad dan
Hj. Fatimah. Anak beliau yang bernama Tuan Guru Muhammad kelak menjadi guru
dari Syekh Zaini Abdul Ghani atau Tuan Guru Sekumpul. Syekh Salman Al-Farisi
juga menikah dengan Hj.Rahimah dan mempunyai anak bernama Tuan Guru Abdul Qadir
yang wafat di Mekkah dan dikuburkan di Ma’la. Beliau juga mempunya istri ketiga
yang bernama Maimunah.
Beliau wafat pada tanggal 9 Dzulhijjah 1352 H (1931 M) ba’da
Isya. Ketika prosesi pemakaman hujan turun lebat yang mengakibatkan banjir. Namun,
lokasi pemakaman Syekh Salman Al-Farisi yang berdekatan dengan sungai tetaplah
kering. Hal ini menjadi bukti kebesaran Allah SWT terhadap kekasih-Nya.
Sumber: Tim MUI Kalsel dan Tim LP2M UIN Antasari
Banjarmasin. 2018. Ulama Banjar dari Masa
ke Masa. Banjarmasin. Antasari Press
Comments
Post a Comment