Tradisi Belajar Mengajar Keluarga Besar Datu Kalampayan
Pada abad ke-18 Kesultanan Banjar memberangkatkan Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjari untuk menuntut ilmu ke Mekkah dan Madinah. Kebulatan
hati dan tekad Syekh Muhammad Arsayd Al-Banjari untuk menuntut ilmu menjadikan
beliau sebagai ulama terkemuka pada zamannya. Hal ini pernah diungkapkan oleh
guru beliau yang bernama Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi. Dari sekian
murid Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari
berhasil menjawab pertanyaan yang begitu sulit pada suatu kesempatan di majelis
ilmu tersebut.
Ketika pulang kembali ke Tanah Banjar, Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjari mengemban misi untuk mendidik masyarakat Banjar. Awalnya beliau
membentuk tradisi belajar ilmu agama di kalangan keluarga terdekat. Qadhi Abu
Su’ud, Qadhi Abu Na’im, Khalifah Syekh Syihabuddin, Khalifah Zainuddin,
Khalifah Hasanuddin, Mufti Jamaluddin, dan Mufti Ahmad merupakan anak dari
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang menjadi murid awal beliau. Lalu,
anak-anak dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari menjadi guru bagi cucu Syekh
Muhmmad Arsyad Al-Banjari.
Bahkan generasi ketiga (cicit) dari Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjari berkesempatan untuk menuntut ilmu langsung kepada beliau. Mereka
adalah Syekh Abu Thalhah, Syekh Abu Hamid, Syekh Ahmad, Syekh Muhammad Arsyad
Pagatan, dan Syekh Sa’duddin. Kelima bersaudara ini merupakan anak dari Mufti
Muhammad As’ad.
Qadhi Abu Su’ud memliki peran penting dalam proses perluasan
wilayah kaderisasi ulama di keluarga Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Qadhi
Abu Su’ud merupakan guru dari anak dan cucu beliau yang bernama Mas’ud dan
Muhammad Thayyib bin Mas’ud Al-Banjari. Kedua anak dari Qadhi Abu Su’ud
tersebut tinggal di Kesultanan Kedah yang sekarang menjadi bagian dari
Malaysia.
Syekh Muhammad Thayyid bin Mas’ud Al-Banjari lalu mendidik
anak-anaknya yang diantaranya ialah M. Nashir. Kelak anak dari M. Nashir bin
Syekh Muhammad Thayyid akan menjadi ulama terkemuka di Kedah yang bernama Syekh
Husein atau yang lebih populer dengan nama Tuan Husein Kedah.
Ruang lingkup pengajaran di internal keluarga Syekh Muhammad
Arsyad al-Banjari meluas pada abad ke-19. Anak-anak beliau juga menjadi guru atas
keponakan-keponakan keluarga. Salah satunya Mufti Jamaluddin Al-Banjari yang
menjadi guru atas anak-anak beliau seperti Qadhi Abdussamad Bakumpai, Muhammad
Thasin, Mufti Husin, dan Qadhi Muhammad Amin. Di daerah Bakumpai nama Qadhi
Abdussamad Bakumpai begitu masyur dan menjadi pendidik masyarakat sekitar.
Estafet keilmuan agama ini diteruskan oleh anak beliau yang bernama Qadhi Abu
Thalhah dan Qadhi Muhammad jafri.
Memasuki abad ke-20 jaringan kaderisasi ulama keturunan
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari semakin luas. Tradisi berguru tidak hanya
sebatas kepada ayah, anak, cucu dan keponakan bahkan meluas ke keluarga jauh di
berbagai daerah. Sebagai contoh Tuan Guru Ismail Khatib Dalam Pagar juga
berguru kepada Syekh Abdurrahman Shiddiq dan Qadhi Abdussamad Bakumpai.
Tuan Guru Ismail Khatib juga mendidik keturunan Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjari lainnya seperti Syekh Salman Jalil dan Tuan Guru
Zainal Ilmi Dalam Pagar. Tradisi ini sudah tertanam di hati ketururnan Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjari sehingga menghasilkan ulama-ulama masyur di Tanah
Banjar. Diantara keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang masyur pada abad ke-20 ialah Syekh
Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau yang sering juga disebut Tuan Guru
Sekumpul.
Masih begitu banyak keturunan dari Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjari yang mencurahkan waktu dan tenaganya untuk mendidik masyarakat
Banjar, sedangkan nama-nama di atas hanya sedikit gambaran saja. Pada abad
ke-21 tersebut nama diantaranya seperti Tuan Guru Wildan Salman, Tuan Guru
Bakhiet, dan Tuan Guru Ridwan Kapuh yang mendirikan majelis ilmu untuk
masyarakat Banjar. Melihat hal ini, begitu besar jasa Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjari beserta keturunannya sebagai pewaris ilmu Nabi Muhammad SAW yang
mendedikasikan hidupnya sebagai pendidik.
Referensi: Rahmadi.
(2010) Jaringan Intelektual Ulama Keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Al-Banjari. 9. 193-207
Comments
Post a Comment